2 Mei selalu diperingati sebagai hardiknas atau yang lebih
lengkapnya lagi, kita kenal sebagai peringatan hari pendidikan nasional. Sebuah
hari dimana pada tanggal ini, bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara
lahir. Iya, pelopor pendidikan di negeri inilah beliau. Makanya, hari lahir
beliau ditetapkan oleh pemerintah di Indonesia sebagai hari pendidikan
nasional.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau
sebelum-sebelumnya saya selalu mengikuti upacara di sekolah, di kampus bahkan
sudah 2 tahun tidak ikut merasakan euforianya hardiknas. Maka, tahun ini
berbeda sekali dari tahun-tahun sebelum-sebelumnya. Iya, mengabdi di ujung
negeri yang berbatasan langsung dengan negeri jiran, Malaysia memang selalu
menambah pengalaman yang luar biasa. Pasalnya, saya ikut merasakan euphoria
hardiknas dengan mengikuti upacara di patok 15 pulau Sebatik, Kabupaten
Nunukan. Penasaran.
Awalnya, saya hanya ingin berada di sekolah (jaga kandang)
saja. Karena, memang sepertinya sudah lama sekali saya meninggalkan sekolah
untuk urusan yang tidak terduga-duga. Maklum saja, minggu sebelumnya saya harus
ke Nunukan demi kelancaran kegiatan festival anak sebatik bersama dengan
saudara relawan saya dari makmal pendidikan dompet dhuafa, Aldo dan Shalipp.
Mencari sebongkah puing-puing harapan di sana ceritanya. Akhirnya saya rela
meninggalkan kelas untuk itu. Selanjutnya, setelah dari Nunukan, saya pun harus
bekerja dengan partner Sebatik saya,
Mubin untuk berkeliling Sebatik sembari mencari-cari informasi terkait dengan
kegiatan festival anak Sebatik. Iya, pejuang itu memang tidak akan hentinya.
Dan saya kembalikan ke “misi” awal.
Well, dengan
bacaan bismillah dan ijin dari pak Hilla dan pak Andreas, akhirnya pun saya
berangkat menuju ke tempat upacara hardiknas. Letaknya cukup jauh, karena dekat
dengan pelabuhan Bambangan, Sebatik. Melewati bukit-bukit dengan jalanan
tanjakan yang luar biasa. Saya membawa salah satu murid saya, Guido untuk ikut
serta mengikuti upacara bendera ini.
“Ido, ikut saya!”
“kemana, Bu?”
“Upacara hardiknas di Bambangan, patok 15”
“kapan, Bu?”
“Sekarang lah! Cepet gih
ambil topinya”
Ido pun bergegas mengambil topi ke dalam kelas. Iya, kenapa
saya bawa Ido, setidaknya dia perwakilan siswa-siswi SDN 005 Sebatik Tengah
untuk ikut serta mengikuti upacara hardiknas ini. Saat itu, yang ada dipikiran
saya, karena ini hadiah buatnya telah mendapat nilai bahasa Indonesia tertinggi
di kelasnya.
Setelah kami tiba di Bambangan, kami memarkirkan sepeda
motor. Lalu, berjalan mendaki menuju arah patok 15. Luar biasa pendakiannya.
Saya kira sekedar biasa saja pendakiannya, rupa-rupanya pendakiannya memang
luar biasa. Butuh tenaga super untuk bisa mencapai di patok 15 di atas sana.
Iya, saya dengar jarak dari tempat parkir menuju patok 15 itu sekitar 1,5 km.
Saya kira, betul saja saya menggunakan sepatu yang bukan ber hak tinggi. Jadi,
saya santai saja naik sampai atas sana, bahkan di saat guru-guru yang lain
mengeluh karena bedaknya sudah luntur, saya pun tetap berjalan terus tanpa
pikir panjang. Yang ada di benak saya saat itu, saya dapat berjalan hingga
ujung, hingga mendapatkan kesan yang luar biasa selama di penempatan ini.
Dan… tadaaaaaa!!! Memang sungguh menakjubkan. Dari bawah
pendakian terdengar sudah check sound dan
membentang panjang merah putih beserta tiangnya. Kereeeenn… hingga Nunukan dan
Tawau pun terlihat dengan jelas dari atas patok 15 tersebut. Saya, sudah tidak
sabar menuju sampai atas sana. Saya berjalan semakin laju dan tak peduli dengan
penat yang dirasakan, bahkan saya tidak merasakan penat sama sekali. Yang saya
rasakan hanyalah rasa syukur yang terus menerus karena dapat kesempatan melihat
upacara hardiknas secara langsung seperti ini.
Persiapan di atas sudah hampir selesai. Sebelum upacara
dimulai dengan hikmat, para petugas melakukan gladi resik untuk pemantapan.
Sempat ketika bendera (latihan) akan diturunkan, bendera tersebut tersangkut di
atas tiang bendera. Bendera tidak bisa diturunkan kembali, namun dengan kerja
sama yang baik para combat (sebutan
TNI di perbatasan) pun menurunkan kembali tiang bendera lalu melepaskan bendera
tersebut, setelah itu tiang kembali didirikan.
Upacara berjalan dengan hikmat dengan inspektur upacara
dipimpin oleh camat Sebatik Barat, H. Haini. Beliau menyampaikan pesan-pesan
dari bapak menteri kemendikbud, Anies Baswedan mengenai tema pendidikan yang
diusung tahun ini yaitu “nyalakan pelita, terangkan cita-cita”. Saya sendiri
yakin, bahwa bangsa ini ada karena berasal dari orang-orang yang terdidik.
Sekalipun di perbatasan, maka mereka adalah tunas-tunas bangsa yang mulia yang
masih perlu untuk tetap bisa maju, terutama di bidang pendidikan.
Saya selalu mengatakan dengan murid-murid saya, bahwasanya
“kalian semua berhak untuk menjadi seorang pemimpin dan berhak untuk
mendapatkan penghargaan. Jangan pernah merasa kurang percaya diri dengan yang
berada di kota. Meskipun kalian tinggal di daerah perbatasan, kalian berhak
untuk maju seperti teman-teman kalian yang tinggal di kota”.
Dijelaskan pula, bahwa upacara hardiknas ini dihadiri
sekitar 1000 peserta dari kalangan guru, pelajar, satgas pamtas, TNI, Koramil,
muspida dan muspika, mariner, polri dan beberapa tokoh masyarakat lainnya.
Bendera merah putih yang terbentang sepanjang 127 meter membuat saya pribadi
tertegun dengan upacara di sini. Entahlah, semacam ada gundah kelana yang tidak
dapat disampaikan dengan kata-kata. Banyak muncul kata “andai saja, jika saja,
semoga saja”. Iya, inilah Indonesiaku, begitu luar biasanya orang-orangnya
hanya tinggal sedikit polesan saja untuk merubah dan memperbaikinya.
Tiang bendera pun, saya dengar baru terpasang beberapa hari
sebelu upacara hardiknas dilaksanakan. Tiang bendera tersebut mempunyai tinggi
12 meter yang merupakan sumbangan dari TNI perbatasan di patok 15. Keren yah!
Semoga anak-anak negeri ini selalu semangat untuk memajukan pendidikan di
Indonesia. Mereka adalah tunas yang baru merekah, sehingga mereka perlu
dinobatkan menjadi anak-anak penerus generasi bangsa.
…Anak-anak adalah
pesan hidup yang kita kirimkan kepada masa yang akan datang… -Neil Postman-
--Sebatik, 11 Mei 2016--