Hai Wanita Indonesia,
Mengenang kembali
tentang Kartini? Tentu saja boleh. Jika mendengar kata tentang Kartini yang
terlintas pertama kali adalah tentang emansipasi wanita. Betul sekali. Kartini
memperjuangkan hak wanita supaya juga turut berilmu dan bersekolah, hingga
derajatnya dinyatakan sama seperti laki-laki yang dianggap sebagai tulang
punggung keluarga.
Hasilnya, ketika wanita cerdas harus bertandang dengan urusan rumah tangga dia akan lebih bisa memfokuskan untuk mendidik anak-anaknya. Wanita cerdas itu tidak hanya dipandang dia punya ilmu banyak seperti matematika, ipa, ips atau lain-lainnya loh. Buat saya, wanita yang pandai memasak juga cerdas, mereka tahu bumbu yang pas untuk kelezatan di setiap masakannya. Jadi jangan salah ketika wanita hanya dikatakan pandai memasak saja atau mengurus rumah. Tanpa wanita (seringkali) urusan rumah tangga itu tidak beres. Ini bukan berarti saya menyudutkan laki-laki. Bahwasanya, di balik laki-laki sukses juga bertandang wanita-wanita hebat yang selalu mendukungnya kan? J
Ah di atas itu hanya
intro saja. Sebenernyaaaa sayaaa ingin menceritakan tentang wanita-wanita di
bumi perbatasan Indonesia hehheh ini sih karena mungkin saya rindu desa dan
segala antek-anteknya...
Setahun, iya tepat
setahun yang lalu. Rasanya waktu berlalu begitu cepatnyaaa.. Tentu saja, jika
kita melakukan hal yang disukai pasti tidak akan berasa susah, sedih atau
senangnya. Intinya adalah kata kunci yang saat itu saya gunakan “Jangan Lupa
Bahagia dimanapun berada”.
Katakanlah, Ibu
Saminah, Ibu Kori, Ibu Agnes, Ibu Nur, dan Jusnita guru wanita di daerah perbatasan
antara Indonesia-Malaysia, Pulau Sebatik namanya. Guru-guru ini mengajar dan
bertugas di SDN 005 Sebatik Tengah, tempat saya setahun yang lalu bertugas.
Wanita-wanita ini buat saya adalah wanita tangguh dari perbatasan. Mungkin
tidak hanya mereka saja, ini hanya sebagian wanita bahkan belum sebagiannya
sedikit wanita tangguh dari perbatasan.
Mereka sanggup untuk berbagi ilmu dan mengajari anak-anak di sekolah, meskipun dengan keterbatasan yang ada namun tidak lekat juga batasan-batasan itu di diri mereka. Mengeluh? Pasti mengeluh, karena hal itu adalah manusiawi. Namun, daripada mereka tidak melakukan apapun untuk negeri, mereka memutuskan untuk bisa berbagi ilmu mereka untuk anak-anak negeri. Sama bukan halnya seperti Kartini?
kiri ke kanan: Ibu Agnes, Ibu Nur, Ibu Saminah, Ibu Kori, Jusnita (diunggah dari FB pak Hila) |
Mereka sanggup untuk berbagi ilmu dan mengajari anak-anak di sekolah, meskipun dengan keterbatasan yang ada namun tidak lekat juga batasan-batasan itu di diri mereka. Mengeluh? Pasti mengeluh, karena hal itu adalah manusiawi. Namun, daripada mereka tidak melakukan apapun untuk negeri, mereka memutuskan untuk bisa berbagi ilmu mereka untuk anak-anak negeri. Sama bukan halnya seperti Kartini?
Bagi saya
wanita-wanita ini adalah wanita super yang juga ikut andil seperti Kartini
terutama dalam bidang pendidikan. Meskipun menurut mereka “ilmu yang kami dapat
tidaklah seberapa dibanding orang yang ada di kota besar, namun bagi kami
berbagi ilmu sedikit yang kami miliki ini pun semoga nantinya bisa berguna
untuk anak-anak kelak”. Teringat jelas ketika ber chit-chat bersama dengan mereka, ada rasa bangga, haru bahkan
bahagia karena saya dipertemukan dengan wanita-wanita positif ini.
Di samping itu…
Adalah relawan
Nunukan, yang singgah di kota kabupaten. Wanita dengan background bermacam-macam pun juga ikutan berbagi dari guru,
dokter, perawat, mahasiswi, dosen, pegawai pemerintah dan lain-lain. Bu Dini,
Bu Eyta, Yuni, Bu Dokter Vini, Bu Nursidah, Bu Eva dan beberapa wanita Nunukan lainnya
juga wanita super di daerah perbatasan yang saya kenal. Sejak adanya relawan
Nunukan dan kelas Inspirasi Nunukan, proyek-proyek yang memberi kebermanfaatan
untuk daerahnya selalu mereka rencanakan. Bagi saya itu Hebat!
Bu Dini, Bu Nursidah, Yuni (sebagian wanita hebat dari Nunukan) -- (diunggah dari FB bu Dini hehe) |
Lalu, apa kabar kita yang hidup di antara banyak fasilitas sekolah, internet, ilmu dan lain sebagainya. Apakah mampu juga berbagi dengan sekitarnya? Mungkin ada tapi hanya sekian persen dari besarnya persen yang ingin dicapai.
Semoga wanita-wanita
cerdas Indonesia selalu berbagi dalam kebahagiaan untuk sesamanya. Meskipun
wanita, tidak ada hal yang dihalangi oleh apapun untuk memberi kebermanfaatan
bagi yang membutuhkan. Karena saya yakin bahwa Wanita Indonesia adalah Hebat!
Kutipan surat Kartini kepada Nyonya Ovink-Soer (awal tahun 1900)
Bila orang hendak sungguh-sungguh memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuhan budi harus sama-sama dimajukan. Dan, siapa yang bisa paling banyak berbuat untuk yang terakhir itu, yang paling banyak membantu mempertinggi kadar budi manusia? Perempuan. Karena, di pangkuan perempuan lah pertama-tama manusia menerima pendidikannya. Di sana anak mula-mula belajar merasa, berpikir, berbicara.
Kami tidak berhak bodoh, tidak berhak tak berarti.
--vidahasan--
Kutipan surat Kartini kepada Nyonya Ovink-Soer (awal tahun 1900)
Bila orang hendak sungguh-sungguh memajukan peradaban, maka kecerdasan pikiran dan pertumbuhan budi harus sama-sama dimajukan. Dan, siapa yang bisa paling banyak berbuat untuk yang terakhir itu, yang paling banyak membantu mempertinggi kadar budi manusia? Perempuan. Karena, di pangkuan perempuan lah pertama-tama manusia menerima pendidikannya. Di sana anak mula-mula belajar merasa, berpikir, berbicara.
Kami tidak berhak bodoh, tidak berhak tak berarti.
--vidahasan--