25 July 2021

Mindfulness

Hai good people, 

Finally, I released this summary after many weeks. By the way, saat ini aku sedang isolasi mandiri karena hasil swab dan PCR-ku positif. Sudah hari ke-7 setelah dinobatkan menjadi pasien covid :") Singkat cerita sebelum nanti aku tulis sebagai jurnal covid-ku, aku sempat disclaimer kalau aku terkena covid. But, I know, karena aku sempat kontak erat dengan yang positif alhasil aku percaya bahwa aku memang pasti juga terpapar setelah lima hari kontak erat. I got so many learn since I did quarantine, even still a week. :')

Aku sempat disclaimer, karena aku hanya sakit biasa dan inshaAllah dengan segala cara seperti olahraga, minum vitamin pasti akan jadi penangkal virusnya. Tapi di suatu hari tubuhku tak bisa membendung rasa sakit itu. Badan lemas, kepala pusing, tenggorokan mulai meradang, and just want laying on the bed. Aku putuskan untuk mengurangi banyak interaksi dengan orang lain, supaya kalau aku benar-benar positif, aku mengurangi jatah penularanku ke mereka. Dua malam aku merasakan panas berkeringat, kupikir aku hanya terkena gejala tipes yang hampir mirip-mirip. Maka sehari setelah gejala, aku melakukan swab mandiri dan hasilnya hanya satu garis di T. 

Well, I'm just curious about it. Meskipun demikian, aku tetap melakukan isoman dan berpindah ruang di mana mbak Cims juga berada di sana. Malam harinya, aku bertanya terkait hasil swabku yang hanya satu garis dan di huruf T saja. Maka, beberapa orang menyampaikan hasil swabku invalid. Untuk memastikan segala sesuatunya kembali, keesokan paginya aku melakukan swab test ulang supaya lebih akurat. Benar saja, sudah mulai muncul dua garis yanga artinya aku betul-betul positif terkena covid-19. 

First attempt, I was schocked. Well, kenapa bisa sih? Tentu saja bisa, karena aku memang kontak erat. Aku yakin virus itu berdampak luar biasa di tubuhku bahkan bisa jadi di tubuh orang lain. :) 
Aku sempat menangis, sedih karena itu yang bisa aku lakukan saat itu. "Well, Vid! It's ok. Nggak papa.. saatnya kamu membuat sebuah refleksi ketika kamu tau bahwa kamu positif". Aku mencoba untuk healing diri sendiri dengan berpikir secara positif, lebih mindfulness. Bersyukur sekaliiii pernah ikut kelas mindfulness-nya Pak Jamil Azzaini. Dampaknya luar biasa buat diriku pribadi, karena belajar untuk lebih bisa memaafkan dan mencintai diri sendiri, banyak bersyukur dengan apa yang terjadi saat ini, terutama pada diriku sendiri.

Jadi, aku nggak menceritakan bagaimana proses covid itu menjalar di tubuhku. Karena aku ingin bercerita tentang proses mindfulness ini, meskipun memang aku masih belum dinyatakan negatif, tapi satu minggu ini benar-benar buat lebih banyak berserah.. Seberserahnya kita pada Yang Maha Kuasa. MashaAllah...

Setiap orang itu pasti mempunyai luka batin yang di antaranya adalah ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan; merasa dikhianati; kesepian; menyesali masa lalu; dan khawatir akan adanya masa depan. Pemikiran-pemikiran demikian yang akan menjadi luka batin dan butuh waktu yang lama untuk menyembuhkannya. Mungkin bisa jadi, covid salah satunya, akan menjadi luka batin jika kita tidak bisa menyeimbangkan otak dan hati kita bersama. Kepikiran, kapan sembuhnya? Kepikiran, kenapa sih Allah ngasih sakit kaya gini? kepikiran lagi, emang aku salah apa sih sampai sebegini dikasih sakitnya? Banyak pemikiran-pemikiran yang muncul di otak kita kalau kita nggak bisa berpikir mindfulness.

Padahal nih guys, obat paling ampuh adalah bagaimana kita bisa mengolah pikir kita menjadi lebih baik lagi. Merefleksikan diri, dan menerima segala kondisi yang ada saat ini. Buang jauh-jauh overthinking, apalagi orang seperti aku yang masih suka overthinking, jadi mengolah akal pikiran dan hati itu perlu banget. Supaya apa? Supaya kita tau kelemahan diri, lalu dijadikanlah kelemahan itu sebagai sumber kekuatan kita. 

Apa sih itu mindfulness, rame amat bahas tentang mindfulness..

Mari kita sejenak beri hati untuk berjeda, supaya kita tau bagaimana kita perlu untuk mengistirahatkan segala kegundahan selama hidup ini. Hidupmu, hidupku sudah terlalu lama terforsir tanpa memikirkan diri sendiri dan memberi ruang untuk hati serta pikiran kita. 

1. Forgiveness. Belajarlah untuk memaafkan diri sendiri. Kalau salah yaa enjoy aja. Ibarat kita, we as a human, juga bisa kok melakukan kesalahan. Jadi, jangan berdiam diri menyalahkan diri sendiri terus menerus, karena itu adalah sumber untuk menderita. 
2. Loving kindness... menanamkan rasa cinta, karena dengan menanamkan rasa cinta akan menghasilkan hal-hal yang baik dan bahkan kebaikan itu akan terus bertumbuh ke diri kita. Salah satu caranya adalah dengan mendoakan secara diam-diam, siapapun, bahkan orang yang paling kamu benci, kamu cintai, kamu idolakan. Doakan mereka... dengan begitu, inshaAllah hidupmu akan lebih bahagia.
3. Acceptance. Guys, belajar menerima itu susah yaa.. Tapi itu perlu banget banget banget.. Tapi coba belajar untuk tawakkal.. ridho se ridhonya kita pada Sang Maha Pemberi Hidup. Coba duduk, bersimpuh, lalu bercengkerama dan refleksilah diri. Sudah melakukan apa saja selama kita hidup di dunia ini? Mencoba untuk beri ruang hanya kamu dengan diri-Nya.. :)
4. Gratitude. Ketika kita bisa melakukan itu semua, bersyukurlah dengan segala hal yang terjadi pada hidup... Karena bersyukur akan membuat berbagai keajaiban datang :)

Kita bertumbuh untuk diri kita sendiri, jika kita sudah bertumbuh maka aku yakin orang lain di sekitar kita pun akan turut serta untuk terus bertumbuh... 


-vidahasan-

Mempraktikan doa dengan sepenuh cinta 
Sekesal apapun kamu pada dirinya
inshaAllah luka batin akan menghilang
Bahkan kau akan merasakan banyak cinta dan mencintai 



Share:

0 comments: