[22/07] mengantar keberangkatan beberapa
remaja menuju mimpinya adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Diberangkatkan dari
daerah terluar Indonesia dan salah satu kabupaten yang masuk jangkauan wilayah
negeri Jiran, remaja-remaja ini setidaknya patut diacungin jempol. Mereka
lulusan SMP di kabupaten Nunukan dan pulau Sebatik, Patrics Kluyvert Wawo,
Eviliana Dona dan Rizal yang akhirnya berani mengambil keputusan besar untuk
melanjutkan sekolah di SMK Bhakti Karya Parigi, Pangandaran, Jawa Barat.
SMK Bhakti Karya Parigi, tahun 2016
membuka kelas yang bernama kelas multikultural. Kelas multikultural ini terdiri
dari beberapa siswa-siswi yang berasa dari hampir seluruh penjuru di Indonesia.
Dari Sabang sampai Merauke. Kebetulan dari kabupaten Nunukan dikirim 3 orang, 2
orang diantaranya berasal dari SMP N 1 Sebatik Tengah, Patrics Kluyvert Wawo
dan Eliana Dona, sedangkan yang satunya Rizal Riantoby dari SMP N 1 Nunukan.
Seorang Vida dan 3 remaja keren |
Remaja-remaja ini dikirim supaya mereka
dapat merasakan sebuah pembelajaran baru dan inovasi-inovasi yang nantinya
dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki. Saya berharap bahwa setelah 3
tahun nanti mereka lulus dari SMK tersebuh, mereka dapat mengembangkan sesuatu
yang baru di daerah mereka masing-masing. Ada banyak potensi di daerah mereka,
namun mereka butuh sedikit ‘sentilan’ untuk dapat mengembangkan potensi
tersebut.
Sekilas profil tentang Patrics, kalau
kata mamaknya Patrics adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Dulu ketika mamaknya
di Tawau [Malaysia], mamaknya sempat ditangkap oleh polisi Malaysia dan Patrics
sempat dipisahkan dari orang tuanya. Patrics adalah salah satu anak TKI dari
Malaysia, dan saya salut dengan orang tuanya karena meskipun demikian mereka
masih peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sempat mundur dan putus asa kalau
Patrics tidak bisa diberangkatkan ke Jawa. Alasan mamaknya karena biaya uang
saku yang masih belum ada. Mamaknya sempat akan menjual kebun, namun sudah
beberapa kali keliling dari kampung satu ke kampung lain tak ada satupun yang
akan membeli kebunnya. Alhasil dengan usaha rayu-rayuan dan penjelasan dari
salah seorang pihak relawan SMK Bhakti Karya Parigi, akhirnya Mamaknya pun
optimis bahwa anaknya akan tetap terbang menuju tanah Jawa.
patrics bersama dengan ibu dan adiknya (Berto) |
Kemauan Patrics menunjukkan, bahwa dia
ingin sekali belajar untuk bisa berdikari dan berkembang demi masa depannya.
Sekilas tentang Evi yang [kata
orang-orang] sering mengikuti kejuaraan atlet lari di O2SN. Katanya kalau jadi
nekaters itu jangan tanggung-tanggung. Toh
nekat itu belum tentu buruk, kalau nekatnya berdampak positif tinggal
langsung tancap gas saja. Begitulah inti penjelasan dari kata “Nekat”. Seperti
saya, yang bisa dibilang tukang nekat tapi ujungnya kalau sebelum nekat
terlaksana dan ketahuan sama Ayah Ibu tidak jadi nekat -__-
Evi dengan ayahnya |
Kalau Rizal, belum banyak saya tahu
tentang Rizal. Baru saja mengenalnya ketika keberangkatan kemarin menuju ke
Tarakan. Pada dasarnya kalau abang dan kakaknya Rizal adalah orang-orang terdidik
dan punya visi ingin memajukan pendidikan di daerahnya, berarti Rizal salah
seorang remaja dan adik yang benar-benar beruntung mempunya abang/ kakak
seperti mereka. Faktanya, mereka pun melepas Rizal untuk bersekolah di tanah
Jawa. Sebut saja abangnya Rizal, yang alumni UPN Veteran Surabaya jurusan Ilmu
Politik pun punya pemikiran yang patut diacungin jempol. Jadi, tidak salah lagi
kan dengan calon penggerak-penggerak muda yang berbakat ini.
sumber foto: Fb Saddam Revolusi [anak-anak kelas multikultural] |
Langkah remaja ini memang jauh dari
rumah. Namun, ada harapan yang tersembunyi yang memang belum diketahui oleh
khalayak. Semoga harapan yang mereka miliki selalu menampilkan harapan yang
positif yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Semangat untuk berbakti pada negeri ya teman-teman, setiap langkah kalian
adalah doa yang menjalar hingga harapan itu ada suatu hari nanti. J
Salam selalu dari kabupaten Nunukan
--Arvida Rizzqie Hanita, SDN 005 Sebatik
Tengah—
Pengajar Muda XI Indonesia Mengajar