22 April 2020

Amalan Menjadi Pengurus Masjid

Hai manteman,
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,

di tulisan ini aku buat hanya sebagai pengingat diri kita ya untuk bisa menabung amalan sebanyak-banyaknya. Nah, terus kenapa nulisnya tentang cari amalan menjadi pengurus masjid? Karena oh karena qodarulloh ya, rumahku memang dekat dengan masjid dan memang ingin menceritakan orang-orang yang ada di dalamnya. Bisa jadi pengingat saja buat diri kita yang masih muda ini untuk terus menabung pahala dan menjadi pemersatu umat. Tugasnya berat banget yaa.. Iya, karena untuk memperjuangkan agama memang demikian adanya, apalagi untuk bisa mempersatukan umat. Penuh dengan drama yang berkepanjangan biar lebih berwarna :)

Well, aku yakin semua hal yang berhubungungan dengan organisasi itu ada perjalanan waktunya masing-masing. Nggak mungkin dong ya, perjalanan itu bakalan muluuuuus terus? Kalau demikian adanya yaa pasti bakalan nyaman, tenang, dan keimanan kita cuman segitu-segitu aja, nggak akan jadi sesuatu yang penuh dengan tantangan. Allah itu emang Maha Baik, saking baiknya Allah semua orang yang beriman itu slalu diuji dengan cara-Nya yang amat unik. Salah satunya yaa menjadi pengurus masjid. :)

Jadi pengurus masjid itu kalau dilihat sekilas mungkin mudah, tapi tidak demikian adanya loh guys. Banyak yang perlu diwaspadai dan sangat perlu diperhatikan, karena ini menjaga rumahnya umat banyak, bukan hanya satu orang atau orang yang berkepentingan saja. Jadi pengurus masjid itu, harus tau tata aturan yang berlaku, apalagi kalau sudah menyangkut dana infaq yang dikasih sama banyak orang untuk kebutuhan masjid. Kenapa demikian? Karena itu titipan dari banyak orang untuk bisa memakmurkan keadaan masjid, untuk bisa mempercantik rumah Allah, untuk bisa memberi kenyamanan bagi umat-Nya yang sedang beribadah di dalamnya.

Kalau dikira menjadi pengurus masjid itu mudah, NO NO NO! Tanggung jawabnya sungguh yaa betapaaaa sangaaat besar, bahkan amalan-amalannya itu loh benar-benar jadi tabungan kita kelak kalau kita juga bisa bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita lakukan. Sederhana saja, pengurus masjid itu harus stand by lima waktu dalam satu hari, harus siap adzan ketika memang sudah waktunya untuk sholat, mempersiapkan khotib untuk ceramah khutbah Jumat/ Idul Fitri/ Idul Adha. Seriweuh itu kan? Harus punya jejaring yang oke, biar bisa dapat khotib yang oke juga.

Tapi, permasalahan yang terjadi menjadi pengurus masjid tidak hanya terlepas dari situ saja. Perbedaan pendapat itu pasti ada, yakin akutuh mah. Tapi, kalau diselesaikan dengan cara baik-baik inshaAllah pasti selesai. Paling sangat menuju kesensitivan adalah menyangkut kotak amal yang menjadi amanah pengurus masjid. Kita tahu bahwasanya, di setiap masjid pasti ada yang namanya kotak amal, apa fungsinya kotak tersebut? Tentu saja, itu adalah salah satu cara ummati untuk menabung amalan jariah biar bisa masuk ke surganya Allah. Tapi, di dalamnya harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan memang betulan dikerjakan untuk kepentingan umat yaa... Jangan dipegang, terus disimpan sendiri untuk kepentingan sendiri. Naudzubillah... yang awalnya berniat ingin nabung pahala menjadi pengurus masjid, tapi taunya jadi penyelundup untuk kepentingan sendiri. :)

Coba deh, buat apa kita hidup di dunia kalau ujungnya yaa cuman memikirkan apa-apa yang ada di dunia? Padahal Allah menciptakan kita sebagai manusia untuk berbuat baik dan taat pada-Nya. Allah seneng seseneng itu kalau tujuan baik kita untuk umat-Nya, untuk bisa memakmurkan rumah-Nya, untuk bisa membuat nyaman rumah-Nya, untuk bisa membuat ramai rumah-Nya. Apalagi di era pandemic yang saat ini terjadi :( Sedih liatnya, ketika banyak rumah-Nya yang sepi dan umatnya kalang kabut entah kemana. Seharusnya, di era pandemic seperti itu lebih bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita, lebih bisa menjadi pribadi kita yang lebih baik. 

Yuk guys, mumpung nih Allah masih kasih kita kesempatan waktu, coba renungkan diri kita masing-masing. Amalan-amalan baik apa yang sudah kita lakukan untuk kepentingan umat? Amalan-amalan apa aja yang udah kita kerjakan untuk bisa menjadi pengurus masjid yang baik? Jangan jangan nih ada yang salah dengan diri kita sebagai pemegang amanahnya para umat? Intstropeksi aja dulu diri kita, apakah diri kita sudah baik menjadi pemegang amanah untuk umat?

Because reflection is the best way for our change...

Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Jadi pengurus masjid yang baik itu tidak mudah
karena setiap amalan kebaikan diri kita sudah dihitung
Semoga Allah selalu memberi keberkahan untuk orang-orang di dalamnya
yang telah memakmurkan rumah-Nya dengan baik :)



-vidahasan-


Share:

19 April 2020

Nama Panggilan Di Negara Barat

Hali Halo manteman sekalian,

udah lama yaa nulis blognya keundur-undur terus hihi kadang tugas nulis yang lain juga masih harus dikerjakan, belum lagi ngisi content buat podcast. Yap! Selain blog aku sekarang juga sedang masuk ke dunia podcast. Nanti link podcast aku save di contact blog ini yaa..  Sebenarnya, cerita di podcast juga nggak beda jauh sih sama tulisan-tulisanku yang di blog. Hanya saja, podcast sebagai media ruang berekspresiku supaya lancar untuk cuap-cuap. Siapa tahu, nanti aku akan jadi vlogger gitu kan atau jadi influencer hihihi *ngarep banget dah Vida mau jadi influencer :')

Nah kan, saking banyaknya cincong. Aku mau share aja sih ke teman-teman tentang nama panggilan di negeri barat. Karena pengalamanku bertemu dengan orang-orang Eropa, terutama di Jerman jadi aku akan lebih menceritakan yang ada di sana dan yang aku alami aja yaa guys...

Nah, jadi suatu kali pernah aku berkunjung ke salah seorang keluarga atau teman. Saat itu aku sudah pulang dari Jerman sih, jadi ibaratnya mau silaturahim karena dua tahun tidak berjumpa dengan mereka. Aku ditanya terkait nama panggilang "Lah Vida di sana dipanggilnya apaan dong? Kalau bahasa Jermannya mbak atau mas apaan?" Duuuh.. kalau ditanya terkait itu, di Jerman susah untuk mengenal istilah nama panggilan yang sopan untuk yang lebih tua dari kita ya. Kalau mau panggil Bruder atau Schwester juga aneh aja gitu jadinya. Aku yakin, di sana pun istilah demikian bukan jadi patokan yang utama. 

Apalagi kalau dipanggil Frau atau Herr hihi istilah demikian digunakan ketika kita bertemu dengan orang yang memang sudah jauuuuh usianya dari kita. Tapi, itu harus menggunakan nama keluarga kalau kita mau memanggil mereka dengan sebutan Herr atau Frau. Contohnya nih, mungkin teman-teman pernah dengar pemain sepakbola Thomas Mueller  atau Bastian Scwheinsteiger nah, kata yang bercetak tebal dan aku garis bawahi itu adalah nama keluarga, jadi bisa dipanggil Herr Mueller atau Herr Schweinsteiger atau kalau untuk nama perempuan contohnya Brigitte Petri nah, bisa dipanggil Frau Petri. 

Panggilan tersebut ditujukan untuk orang yang baru pertama ketemu sama kita dan memang belum kenal dekat yaaa... Biasanya meskipun mereka sudah jauh umurnya dari kita, kalau mereka maunya dipanggil namanya aja juga it's oke loh buat mereka. Katanya, biar berasa lebih akrabnya dan nggak ada jarak gitu kalau pas ngobrol bareng-bareng. Makanya, jangan heran ketika orang-orang barat nih mau Eropa atau Amerika, mereka akan menyebut saja nama Ayah/ Ibu/ Kakak mereka dengan nama saja tanpa ada embel-embel apapun. Orang tuanya marah nggak? No. Tapi begitulah adat di sana. 

Jadi, di sana nggak mengenal istilah "dih nggak sopan banget sama orang yang lebih tua cuman dipanggilnya nama aja". Bukannya nggak sopan sih, tapi lebih ke mengakrabkan diri dan nggak mau ada jarak aja. Kesannya, kalau dipanggil dengan panggilan formal berasa ada jarak di antara kita *halaaah... :D

Pernah suatu kali, orang tua salah satu penghuni dulu tempat kerjaku. Mereka adalah orang yang sangat baik yang pernah ku kenal. Mereka selalu cerita, kalau mereka senang sekali melakukan sebuah perjalanan/ travelling. Aku selalu kagum dan terkesan dengan cerita-cerita serunya mereka dengan menikmati masa tuanya jalan-jalan keliling dunia. Itu mimpi mereka sebelum mereka dipisahkan oleh maut, katanya. "Vida, wie alt bist du?" -- "Ich bin 24 Jahre alt" -- "ah.. du bist noch sehr jung. Mach was du machen willst"  mereka menanyakan umurku dan mereka bilang kamu masih sangat muda. Lakukan hal-hal yang mau kamu lakukan yaa!

Pada mereka aku pernah memanggil Herr dan Frau. Tapi, mereka selalu menolak dengan memanggil itu. Aku yang sangat polos kala itu, karena merasa nggak sopan memanggil namanya aja jadi kikuk. Tapi rupanya, setelah sadar aku tau betul bahwa mereka ingin aku bisa lebih luwes dan akrab ngobrol sama mereka. Bahkan aku sangaaaaat ingaaaat betul ketika hari terakhir bekerja di panti tersebut, mereka sengaja datang dan memberi sebuah bingkisan untukku. Tapi, sayangnya saat itu aku sedang tidak berada di tempat, kami sedang makan di luar bersama penghuni yang lainnya. Sooooo surprise... meski isinya hanya coklat, tapi itu sungguh sangat berkesan buatku dapat bingkisan dari orang tua salah satu pasienku. 

Aku kira, aku tidak akan berjumpa dengan mereka di hari terakhirku di Jerman. Tapi ternyata, Allah mentakdirkan aku bertemu kembali dengannya keesokan harinya saat aku akan benar-benar pamitan dengan para pegawai yang lainnya. Aku sangaaaaat bahagiaaa bisa bertemu dengan mereka kembali di hari terakhirku sebelum aku pergi ke Frankfurt keesokan harinya. Mereka berdua memelukku erat seperti anak sendiri, dan di situ aku merasakan kehangatan yang ada pada mereka. Ah... seriusan rindu mereka... :(

Sayangnya aku tak sempat berfoto bersama mereka sebagai album kenanganku. Bahkan, cerita-cerita mereka sampai sekarang masih saja aku ingat. Apa yang mereka katakan dan apa yang mereka ceritakan benar-benar masih melekat dalam diri ini. Entah kapan lagi aku bisa berjumpa dengan mereka... Eh, aku kan lagi cerita nama panggilan kan yaa.. jadi nyambung ke mereka orang-orang baik. :')

Pada intinya, aku rasa Indonesia adalah salah satu negara yang mungkin paling sopan di antara berbagai macam negara yang memiliki panggilan "sopan" itu. But anyway, buatku aku udah terbiasa mau dipanggil hanya dengan nama saja meski memang ada yang usianya lebih muda dariku. Salah satu lembaga yang melakukan sistem panggilan nama yaa Goethe Institute, lembaga bahasa Jerman. Di sana, kita belajar tanpa memanggil pengajarnya Frau/ Miss/ Ibu. Jadi, ketika di luar setelah belajar pun cukup memanggil pengajarnya dengan sebutan nama saja. Tanpa ada embel-embel. Tapi, aku merasa lebih dekat dan seperti teman sendiri. 

Hal itu, juga berlaku seperti TK di Jerman. Dulu, waktu nganterin adik asuhku berangkat ke TK, pengajarnya hanya dipanggil nama saja oleh anak-anak didiknya. Aku kaget sih sebenernya, karena nggak dipanggil dengan sebutan Frau. Bahkan gurunya pun kalau ketemu denganku, suka bilang "Ruf mich nur Suzanne, Vida". Sejak saat itu, aku jadi merasa punya teman karena memang berasa tak memiliki jarak dengan orang-orang di sana. 

Tapi, tiba-tiba merasa bahagia dan semenyenangkan itu. :')

Kata orang, cara untuk mengenal seseorang itu 
memiliki beragam keunikan masing-masing
Karena seringkali yang paling unik itulah, 
yang akan jadi lebih sering dikenang dan diingat
Jadi, kalau kenalan sering diunik-unikin yaa 
biar gampang diingatnya dan dikenang hihihi


- vidahasan -
Share:

14 April 2020

POTRET SFH (SCHOOL FROM HOME) DI DAERAH


Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,

hai teman-teman, apa kabar? Semoga selalu sehat dimanapun teman-teman berada ya. Dengan kondisi virus yang pandemi seperti ini, jangan lupa untuk selalu jaga imunitas tubuh kita dan tetap terus berdoa supaya wabah ini segera berakhir dan Bapak-Ibu, teman-teman, dan adik-adik bisa melakukan aktifitas seperti sedia kala. Aku tahu, pasti berat ya dengan harus stay at home dan sudah satu bulan lamanya bahkan pasien covid-19 masih terus bertambah dari waktu ke waktu. Sedih sebenernyaaa... tapi di balik sebuah peristiwa, aku yakin ada Rahmat-Nya yang terus mengalir untuk kita masing-masing.

So well, aku tidak akan menyoroti pemerintah yang lambat untuk penanganan covid-19 ini, atau jumlah pasiennya atau apapun itu. Back to my basic and my interest about education yaaa... Di masa pandemic ini ada beberapa hal yang perlu disoroti. I wanna begin my story about school in a little region in Indonesia deh yaa…

Jadi, saat jadi pengajar muda dulu di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, aku melihat potret pendidikan yang buatku banyak sekali bersyukur. Daerah yang kawasannya memang jauh dari perkotaan, ketika harus belanja alat tulis harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 45 menit dengan menggunakan sepeda motor. Mungkin beberapa orang yang wilayahnya masih bisa dilalui dengan kendaraan umum, bisa dilalui dengan sangat mudah. Namun, ketika teman-teman terjun langsung kalian akan melihat bahwa untuk menuju ke sana kita harus menggunakan mobil carteran yang biayanya bisa sampai 20 ribu hingga 30 ribu. Saat itu, buatku masih mahal karena dengan biaya segitu, aku bisa belanja sayur di pasar malam yang hanya ada satu minggu sekali di desaku. Warung saja bisa dihitung dan itupun tidak lengkap seperti warung-warung yang ada di desa dekat kota. Rasanya ingin sekali saat itu punya pintu kemana saja ala doraemon biar kemana-mana mudah L

Nah, dari akses yang demikian dengan fasilitas yang terbatas aku melihat anak-anak sekolah berjalan dari rumahnya. Jarak dari rumah ke sekolah pun 4 kilometer melewati hutan sawit, coklat, naik tanjakan melewati bukit yang bernama bukit Sion, bahkan bisa melewati batas negara kita sendiri Indonesia. Tak tanggung-tanggung, bahkan kalau dengar cerita mereka melewati rangkain pernak pernik itu, mereka bisa bertemu dengan babi hutan, ular cobra atau sejenisnya yang masih hidup di hutan. MashaAllah yaaa... meskipun demikian, mereka tetap bersemangat buat melalui perjalanan itu. Bahkan ketika aku merasakan, bisa semenyenangkan itu mereka melaluinya. Aku melihat raut wajah bahagia dari mereka, karena aku mengikuti perjalanan mereka dari rumah ke sekolah dan begitu pun sebaliknya. J

Masaku di sana sempat belum ada listrik selama empat bulan lamanya, bahkan tower saja baru dipasang dua bulan sebelum aku sampai di desa. Sinyal pun masih timbul tenggelam kalau nggak dapat tempat yang punya sinyal kencang, sekencang kamu berlari (halaah.. mulai halu) :D Air? Ya,  kami sempat kekeringan selama delapan bulan lamanya. Semua sungai benar-benar kering tak ada air, pada akhirnya kami harus membeli air yang biayanya tidak murah. Sumber mata air yang ada di bawah tanjakan dekat rumah pun sudah tak dapat menampung untuk mandi dan cuci baju kami. Terus gimana? Tentu saja, bermodalkan air yang dibeli tersebut dan bermodalkan air milo (air yang berwarna coklat). Pokoknya seada-adanya sisa air di sana yang penting bisa kebagian untuk mandi semua penghuni rumah.

Oh ya, aku tinggal di keluarga bugis beranggotakan Bapak, Mamak, dan empat adik angkatku ditambah aku jadi kami ada bertujuh dalam satu rumah. Mereka keluarga yang baik dan benar-benar tulus buat bantuin aku selama aku berada di sana.

Well, begitulah sekilas tentang kehidupan di daerah. Nah, apa yang menjadi masalah selama pandemi ini belum selesai? Kalau dengar kabar dari warga desa mereka kesulitan untuk mengakses sekolah secara daring. Mungkin kalau teman-teman bisa melihat, di kota besar seperti di Jakarta atau dimanapun itu dapat diakses dengan mudah menggunakan video call atau istilah kerennya sekarang menggunakan aplikasi zoom. Dengan mudah mereka dapat mengakses itu semua, meskipun memang juga tidak mudah belajar dengan melalui video call. Aku tau itu sulit, tapi tetap disyukuri yaa karena hal itu memudahkan teman-teman yang mengajar untuk tetap bisa berkomunikasi dengan anak didik teman-teman.

Apa kabar di daerah? Beberapa sumber mengatakan bahwa pembelajaran secara online sangat sulit karena mereka masih belum memiliki database keluarga atau bahkan nomor telefon dari orang tua murid. Kalau menggunakan smartphone masih mudah, tapi kalau yang bukan? Bagaimana cara menyampaikannya, sedangkan semua teman-temannya (terutama di perkotaan yang mudah aksesnya) masih bisa berkomunikasi atau belajar menggunakan via WhatsApp, zoom dan platform sejenisnya. Itu tidak hanya terjadi di daerah yang dekat dengan perbatasan saja, tapi potret itu pun terjadi di daerah dimana saat ini aku bekerja. Salah seorang guru merespon pendapat tentang pembelajaran secara daring dan beliau mengatakan „Ya sangat susah pembelajaran demikian. Kita jadi seperti makan gaji buta karena untuk mengakses hal demikian masih belum terjangkau. Kalau orang tuanya punya akses WA semua sih ya nggak masalah, lah kalau yang nggak punya bagaimana? Paham?“

Mungkin itu terjadi tidak hanya di daerah penempatanku mengabdi dulu atau pun tempat kerjaku sekarang, bisa jadi masih banyak daerah di pedalaman Indonesia yang masih belum bisa mengakses itu semua. Kalau ngobrolin tentang masalah pendidikan di Indonesia yang masih belum merata ini pasti tidak akan ada habis-habisnya. Masih saja ada yang harus dibahas dan terus ditelaah, banyak hal menarik yang perlu dikupas secara tuntas. Lalu apa solusinya jika demikian?

Pada akhirnya, yang harusnya social atau physical distancing mau nggak mau para guru yang masih belum bisa mengakses anak muridnya tersebut harus rela berkunjung ke rumahnya untuk memberikan tugas sekolah supaya mereka tetap belajar di rumah. Itu salah satu usaha yang dilakukan oleh beberapa guru di daerah. Satu hal lagi, saat ini kemendikbud membuat sebuah program dengan belajar melalui TV (channel TVRI), hmmm... tapi kesulitan kembali untuk di daerah adalah sangat jarang mereka mempunyai TV dan dapat mengakses channel tersebut. Aku akui mereka mempunyai usaha yang baik untuk membantu para guru di masa pandemic seperti sekarang ini, namun apakah pernah terfikirkan yang di daerah akan dapat menjangkau itu semua?

Kita semua tahu teman-teman, bahwa Indonesia itu terdiri dari ribuan pulau, suku, ras bahkan budaya. Untuk bisa menjangkau pendidikan di seluruh wilayah Indonesia pun tidak mudah, karena masing-masing butuh pengorbanan untuk bisa menjangkaunya. Aku jadi kepikiran aja sih, pemerintah masih memikirkan solusi pendidikan di daerah nggak ya karena ada pandemic seperti sekarang ini? Masihkah peduli dengan hal itu? J

Let think together about it. Aku mungkin belum bisa melakukan banyak hal karena aku bukan power rangers ataupun super woman. Karena aku yakin yang bisa dilakukan oleh kita ya cukup dari diri kita sendiri dulu aja, meskipun kecil tapi setidaknya itu bisa memberikan dampak yang besar bagi lingkungan sekitar kita. J

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh



Do your best yaa guys and dont forget to pray always
Because He would help you everytime and He never let you alone



-vidahasan-




Share: