Dalam doaku, aku berharap bahwa dia akan slalu baik-baik saja disana. Meski jauh dariku, jauh dari ayah ibu dirumah, dimanapun dia berada akan slalu ku doakan kakakku disurga sana. Sudah 1 tahun, dia pergi meninggalkanku di dunia, benar-benar sosok kakak yang sangat aku butuhkan saat aku sedang sedih dan susah. “Kak Rama, Intan rindu sama kakak. Sekarang Intan sudah berumur 17 tahun kak. Intan sudah kelas 3 SMA. Kalau kakak masih disamping Intan, Intan tau kakak akan slalu ngejahilin Intan.” Ucapku dalam hati. Tiba-tiba air mataku jatuh berlinang tanpa sadar. Aku benar-benar kehilang dirinya.
“Intan, loe ngelamun aja. Hiyahh, loe nangis?” tanya teman sebangkuku, Ratna.
“Heh, kagak. Gue kagak nangis Rat. Ngagetin gue aja si loe?” ucapku.
“Sory, Ntan. Soalnya dari tadi gue ngeliat loe ngelamun mulu si. Loe nangis karna rindu sama kak Rama kan?” tanyanya padaku.
“Iya Rat, gue belum bisa nerima ini semua. Gue kangen sama kak Rama. Dia yang slalu ngasih gue semangat Rat.” Kataku sembari berlinang air mata.
“Gue tau, Ntan. Belajar buat nerima ikhlas itu sangat sulit. Tapi loe harus yakin kalo kak Rama juga disana pasti bakal senang. Loe doain dia aja terus, loe gak mau kan liat kak Rama menderita disana karna kesedihan loe?” tanya Ratna.
Ku fikir apa yang dikatakan oleh Ratna benar adanya, aku harus belajar ikhlas dan aku harus kuat tanpa kak Rama. Aku harus bisa bangkit lagi, karna dengan begitu kak Rama pasti akan senang melihatnya. “Thanks Rat, gue akan mencobanya.” Balasku sambil memeluk Ratna.
“Gitu donk, itu baru sahabat gue.” Ujar Ratna.
Setelah pulang sekolah hari ini, ada tugas dari sekolah yang harus aku selesaikan. Namun, aku harus mencari infonya lewat internet. Tentu saja, aku harus pergi ke warnet dekat rumahku. Aku mencoba menyambi untuk membuka twitterku agar aku tidak bosan dengan tugasku. Ku lihat di mentionsku, ada pesan yang berbunyi “@ntanntan Intan, kakak bentar lagi pulang. Awas ya kalo gak nraktir kakak. Kakak tunggu hutangmu. Hehehe :D”. Aku membacanya sambil tersenyum, namun aku kaku. Apakah aku harus menemuinya untuk membayar hutangku padanya. Aku mencoba membalas twittnya, “@yudhaara emm… Ntan jadi bingung deh, harus ya Ntan bayar utang Ntan? Males ah ketemu sama kakak. :p” balasku padany di twit.
Yudha adalah kakak kelasku sewaktu aku masih duduk dibangku SMA. Dia 2 tingkat di atasku dan dia juga sahabat dekat kak Rama. Semenjak kak Rama meninggal dia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjagaku dan berusaha untuk menggantika posisi kak Rama sebagai kakak kandungku. Namun, aku bingung dengan perasaanku, rasa sayang sebagai kakak atau lebih? Karena meskipun dia menganggapku seorang adik, tetap saja aku dan dia bukan 1 ayah dan ibu.
Sepulangnya aku dari warnet, aku langsung mengambil buku pelajaranku dan langsung mengerjakan tugasku. Tiba-tiba terdengar ketok pintu di kamarku,
“Ntan, Mama pergi ke toko dulu ya. Kamu jaga rumah ya sayang… Papa, pulang malam hari ini. Nanti Mama telfon kamu, Mama pulang jam berapa. Oya, kalau mau makan, tinggal ambil aja ya sayang. Mbok Enah sudah memasakkannya untukmu. Dahh sayang…” kata Mama.
Aku hanya bisa membalas, “Iya Ma…”. Hatiku mulai bercurhat diri lagi dan mengingat kak Rama. “Kakak liat? Sekarang Mama dan Papa, sudah mempunyai kesibukkan masing-masing. Adakah dia lupa sama Intan kak? Intan sedih kak, kalau kaya gini terus, mending Intan pergi bareng sama kakak.” Ucapku meneteskan air mata yang kedua kalinya untuk hari ini.
Kak Rama meninggal karena sebuah tragedi yang menimpanya. Saat dia sedang mengendarai mobil bersama dengan teman-temannya, ia tewas dalam sebuah kecelakaan maut itu. Mobil kak Rama masuk jurang dan kak Rama kehabisan oksigen saat perjalanan ke rumah sakit. Teman-teman kak Rama sebagian besar luka-luka saja, termasuk kak Yudha. Sekilas aku terbangun dari lamunanku karena aku mendengar Bi Enah (pembantu kesayangaku) mengetuk pintu kamarku.
“Mbak Intan, sudah makan belum?” Tanya Mbok Enah.
“Eh mbok, Ntan belom lapar mbok.” Jawabku.
“Ini, sudah simbok bawakan buat mbak Intan. Kalau ndak makan nanti sakit mbak.” Kata simbok.
Terlintas dalam pikiranku, “Ahh.. simbok seperti ibu kandungku saja. Bahkan dia lebih jeli mengurusku ketimbang mama.” “Iya mbok iya, lagian ngapain juga simbok repot-repot bawa ke kamar Intan? Ntan kan bisa ambil sendiri mbok.” Ucapku sambil tersenyum padanya.
“Halah, simbok uda ngurus mbak Intan dari mbak Intan kecil. Jadi simbok sudah biasa melakukannya mbak.” Kata simbok menegaskan.
“Hihihi, iya mbok iya. Makasi mbok, simbok uda setia sama Ntan. Intan jadi berhutang budi sama simbok.” Kataku memeluk tubuh gemuk itu.
“Udah mbak udah, mbak Intan makan dulu aja sekarang. Nanti sakit.” Ucapnya.
“Oke mbok.” Ujarku sambil mengambil piring yang berada di tangan mbok Enah. Mbok Enah langsung beranjak pergi meninggalkan kamarku.
***
Aku terbangun malam hari, “Haduh, rupanya aku tertidur dari tadi sore.” Batinku dalam hati. Ku lihat HPku yang tergeletak di meja belajarku, ada 5 pesan di kotak masuk, 2 diantaranya dari Kak Yudha. “Ntan, kakak sudah pulang nih dari Jember. Besok kakak antar kamu ke sekolah ya Ntan?” SMSnya yang pertama. Di atasnya dia mengirim pesan lagi “Ntan, kok gak di balas? Kakak uda kangen nih sama Intan. Hehe…” Aku lihat jam dinding di kamarku, rupanya sudah pukul 01.30. Cukup lama juga aku tertidur. Tidak langsung ku balas SMS kak Yudha, hanya aku biarkan HPku tergeletak saja di samping laptoku. Aku mulai melanjutkan tugas sekolahku yang belum aku gandrungi sama sekali dari tadi siang.
Pukul 04.00 shubuh. Tiba-tiba HPku bordering, sekilas ku lihat nama panggilan “Kak Yudha” dan langsung ku terima terlfonnya.
“Dek, kok semalam SMS kakak gak kamu balas? Udah tidur yaa? Padahal kakak fikir masih sore.” Tanya kak Yudha.
“Maaf kak, Ntan kecapean akhirnya tertidur gitu deh. Hehe… tadi bangun jam setengah dua tapi ngerjain tugas sekolah kak. Maaf yaa…” jawabku.
“Ohh… ya udah gak apa. Gimana? Kakak antar Intan sekolah yaa?” Tanyanya lagi menegaskan SMSnya yang semalam dia kirim.
“Beneran kakak, mau antar Intan? Kalau gitu Intan gak nolak lagi kak. Yess dapet gretongan dehh..” ujarku sambil tertawa terbahak-bahak.
“Wuluuhhh… maunyaa, gak yey, sapa juga yang bilang gratis? Enak banget? Besok sepulang sekolah, Intan harus traktir kakak makan bakso depan sekolah tuh.” Katanya.
“Wealahhh… enak tenan, ternyata yo ada maunya nganter Intan. Parah parah parah asli!” jawabku agak kesal..
“Awas yaa, jam 7 kurang 15 menit harus siap.” Kata kak Yudha.
“Yey, nganter ya tinggal anter kok. Bawel banget sii ni orang, yang sekolah siapa juga!” kataku menegaskan.
“hahaa… iya dink iya. Yahh yang penting kakak datang jam segitu nduk.. yauda sono mandi.” ujarnya lagi.
“Iyey… dasar cerewet!” ucapku padanya.
“Wealaahh ni bocah!” kata kak Yudha lagi.
Aku langsung mematikan telfonnya tanpa mengucapkan salam penutup padanya. Sudah terbiasa dan kebiasaan kalau kami bertelfon seperti itu. Setelah selesai semua kegiatan di pagi hariku, aku bergegas langsung turun ke meja makan. “Ahh ada mama papa, waahh tumben sekali. Tapi aku senang.” Aku menyambut mereka berdua dengan penuh kehangatan.
“Pagi ma, paa” salamku pada mereka.
“Pagi sayang… ini, sudah mama siapkan roti dan susu. Cepat minum, si Yudha sudah menunggumu di luar.” Kata Mama.
“Hiyahh… kak Yudha udah di depan ma?” tanyaku.
“Iyaa… udah sekitar 5 menit yang lalu.” Jawab Mama.
“Woalahh dasar dodol, gak ngemeng-ngemeng dia.” Kataku sedikit kesal.
Aku langsung bergegas lari ke depan rumah. Sosok itu memang benar-benar mengingatkanku pada kak Rama. Dengan motornya dan helm yang sama yang sering di gunakan oleh kak Rama saat dia masih hidup. Aku melamun sejenak karena pikiran terpusat kepada kak Rama, aku tersenyum karena seolah-olah kak Rama ada di depanku dan siap untuk mengantarku ke sekolah seperti yang ia lakukan sebelum ia meninggalkanku selamanya. Tiba-tiba aku memanggil sosok laki-laki itu
“Kak Rama…” panggilku padanya. “Astaghfirulloh, apa yang telah aku lakukan? Itu kan kak Yudha, bukan kak Rama. Bodohnya aku ini.” Ujarku dalam hati menyesal. Namun, sosok itu melihatku dan langsung mendatangiku.
“Kenapa dek? Inget Rama lagi ya?” Tanya kak Yudha.
“Iya kak, Ntan ngeliat kak Yudha, seolah-olah Intan liat kak Rama hidup kembali. Maaf yaa kak.” Jawabku.
“Udah gak apa. Intan pasti mengingat karna helm dan motor kak Yudha sama persis dengan yang sering di gunakan oleh Rama kan? Hanya plat motornya saja yang berbeda.” Katanya.
“Iya kak. Aduuhhh maaf yaa kak.” Ucapku yang tiba-tiba menitiskan air mata.
Mama dan Papa langsung menuju ke depan rumah untuk melihat kondisiku yang agak kaget dan menangis. Mereka menenangkanku, mereka tahu apa yang aku rasakan selama kak Rama pergi meninggalkan kami 1 tahun yang lalu.
“Udah sayang… sana kamu berangkat sekolah.” Tegur papa.
“Eh iyaa pah, Ntan pergi dulu yaa…” ucapku sambil mencium tangan mama dan papa.
Aku pun di tuntun oleh kak Yudha menuju motornya sembari kak Yudha berpamitan sama mama dan papa.
“Om, tante.. berangkat dulu ya.” Katanya.
“Iya Yudha, hati-hati ya le…” ucap mama dan papa.
“Oke tante. Yudha akan menjaga Intan. Tante tenang saja…” kata kak Yudha sambil tersenyum dengan mereka.
Dalam perjalanan aku hanya terdiam mengingat kejadian tadi pagi. Benar-benar kaget kenapa aku bisa berperilaku seperti itu. Padahal kak Rama sudah meninggal 1 tahun yang lalu. Tiba-tiba kak Yudha membangunkan lamunanku.
“Ntan, tiap orang pasti bakalan mati kok. Ntan harus bisa nge ikhlasin kak Rama. Dia pasti akan bahagia disana asal Intan gak sedih terus kaya gini. Intan bukannya uda janji sama kak Yudha gak bakalan kaya gini lagi?” tegur kak Yudha.
“Iya kak, maaf Intan keceplosan. Soalnya Intan benar-benar rindu kak Rama.” Jawabku.
“Oke, Kalau gitu, Intan gak apa anggap kak Yudha sebagai kak Rama Intan. Kak Yudha siap kok ngebahagiain Intan.” Ucapnya sambil melirik ke arahku.
Hatiku sempat berdegup cepat, entah apa yang aku rasakan saat itu. Aku benar-benar merasa nyaman berada di dekatnya. Dia seperti sosok malaikat penjagaku selama 1 tahun ini.
“Yaudah, tar kakak jemput Intan jam 1 tho?” tanyanya menghentikan motornya didepan pintu gerbang sekolahku.
“Eh iya kak. Makasi ya kak… kakak uda slalu berusaha buat bikin Intan bahagia.” Ucapku.
“Udahh santai aja. Lagian Ntan uda kakak anggap kaya adik kandung kakak sendiri.” Katanya.
Entah kenapa, saat kak Yudha mengatakan “kakak uda anggap kaya adik sendiri” rasanya aku lega sekali. Mungkin karna aku sudah tahu statusku di matanya memang benar-benar adiknya. Aku langsung masuk ke kelasku, namun tidak lama kemudian aku melihat sesosok laki-laki yang wajahnya benar-benar mirip kak Rama di kelasku. “Tidak, aku pasti sedang membayangkan kak Rama lagi deh ini. Aduhhh… gak boleh sedih lagi. Harus senang pokoknya hari ini. Saat aku tutup mataku aku yakin tidak akan melihat sosok yang mirip kak Rama lagi wajahnya.” Aku pun mencoba untuk menutup mataku beberapa menit sekitar 5 menit lalu aku buka kembali tapi sosok itu masih saja duduk disamping tempat dudukku.
“Heh Ntan, loe kenapa? Kedap kedip mata gak jelas gitu?” tanya Ratna.
“Ahh… itu ada sosok yang wajahnya mirip sama kak Rama. Pasti gue lagi bayangin kak Rama lagi saking aku merindukan sosoknya.” Jawabku.
Ratna tertawa terbahak-bahak melihat tingkahku seperti orang gila dan gak waras tersebut. Dia benar-benar mengejek tingkahku yang tidak karuan.
“Dasar dodol… lu tau kagak. Dia itu Andre, murid pindahan dari Semarang dol.” Kata Ratna.
Aku tercengang kaget, “Hiyahh, bego banget gua! Ngape loe gak bilang dari tadi?” kataku kesal.
“Lha lagian loe kagak nanya sama gue?” kata Ratna.
“Tega luu…” ucapku sambil mukul kepala Ratna.
Ketika aku sudah berada di sekolah, logatku memang berbeda jauh sangat jauh saat aku berada di rumah. Di sekolah logatku logat gaul anak-anak Jakarta, tapi di rumah logatku Jawa karena memang asliku dari Yogyakarta. Sejak 3 tahun pindah ke Jakarta, logat jawaku hanya ku pergunakan saat berjumpa dengan saudara-saudaraku saja dan di rumah. Aku kembali memandang Andre, anak baru di kelasku. Tiba-tiba terbesit pikiran, aku ingin mengerjainya, ya hitung-hitung salam perkenalan dariku.
“Eh Rat, gue punya ide. Gimana kalo kita ngerjain tuh anak baru?” kataku usil.
“Jiahh… dasar lu yey. Kagak dah, gua kagak ikutan, beresiko. Lu aja sono sendiri.” Ucap Ratna.
“Ahh gak seru lu Rat. Payah lu !” kataku mengejeknya.
“Tetep ogah, lu aja sono dahh…” kata Ratna lagi.
Dari pada kelamaan nunggu persetujuan Ratna, mending aku lakukan sendiri aja. Aku berusaha mendatanginya, dan mencoba berkenalan dengannya.
“Eh, lu anak baru yey? Nama lu sape?” tanyaku berbasa-basi. Andre hanya tetap diam, dia tidak membalas sapaanku. “Heh, gua tanya ama lu… kok gak jawab?” tanyaku lagi. Dia masih tetap aja diam tidak memberi respon sama sekali terhadap pertanyaanku. Ratna yang melihat hanya tertawa terbahak-bahak saja seperti mengejekku. Aku langsung emosi dan marah-marah terhadap Andre. “Eh lu bisu ye? Ditanya baik-baik kagak dijawab ! mau lu apa si?” kataku marah padanya.
Tiba-tiba dia berdiri dan mengucapkan sesuatu padaku, “Heh ! Gua hanya mau jawab pertanyaan orang yang penting dan sopan. Bukannya lu uda tanya ama temen lu nama gua?” ujarnya dengan nada agak sedikit tinggi.
Teman 1 kelasku heboh melihat tingkahku dan Andre yang kaya kucing dan tikus yang sedang berkelahi. Aku hanya terdiam dan melihatnya dengan pandangan sinis. Aku pun langsung menuju ke tempat dudukku kembali sambil ngomel-ngomel ke Ratna.
“Hiyaa… tu cowo nyebelin banget si? Gila yaa? Stress kali tu orang. Di tanya baik-baik juga jawab gitu. Kalau dia gak mirip kak Rama aja, uda gue cincang sama di goreng dia.” Kataku mengomel.
Ratna hanya tersenyum dan tertawa, aku hanya bengong melihat sikap Ratna yang kali ini tidak ada respon atas perbuatanku. Agak sedikit kesal juga dengannya, karena hari ini Ratna hanya bisa menertawakanku saja.
***
Bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung beranjak dari bangkuku segera menuju ke depan pintu gerbang sekolah. Sempat aku berpapasan dengan laki-laki sombong yang bernama Andre dan aku hanya melihat dengan lirikan sinis dan kesal padanya. Aku melihat sosok kak Yudha sudah menungguku di warung bakso depan sekolah, segera aku mendatanginya.
“Uda lama kak nunggunya?”tanyaku.
“Gak lahh.. lagian kalau lama juga kan enak, bisa menunggu sambil makan atau minum gitu.” Jawabnya.
“Siip dah kak. Eh kak, hari ini ada anak baru di kelas Intan. Gilaa tuh cowo yaa sombongnyaaa idihh amit-amit dah kalau dekat sama dia. Beneran dahh kak, hari ini Ntan bener-bener kesel sama emosi gara-gara tuh cowo.” Kataku cerita panjang lebar.
“Haha… tapi ganteng kagak si cowonya itu?” tanya kak Yudha lagi, meledekku.
“Apaan si kak. Ganteng si ganteng kak, tapi ya itu nyebelin banget sumpah. Tapi yang bikin Ntan gak ngelawan dia wajahnya mirip kaya kak Rama kak.” Ucapku sedikit sedih. “Coba aja kalau dia, gak mirip kak Rama udah Ntan bobrokin tuh cowo” kataku lagi.
Kak Yudha hanya memandangi wajahku dan dia seperti tahu apa yang aku rasakan saat ini.
“Eh, kakak mau ngenalin seseorang sama Intan.” Kata kak Yudha.
Aku yang sedang makan es campur kaget, “Sama siapa kak? Orang mana? Dia temen kakak juga?” tanyaku langsung tancap.
“Hiyaa ni anak, satu-satu kenapa tanyanya. Dia adik pacar kakak, sekolah disini juga kok. Udah tar juga Intan tau.” Jawab kak Yudha sambil melihat sosok dibelakangku. “Nah tuh dia orangnya.” Kata kak Yudha sambil melambaikan tangannya.
Aku melihat sosok tinggi tegap tersebut dan aku terkejut es yang baru aku masukkan ke mulut langsung ku telan tanpa ku kunyah terlebih dahulu. “Hiyahh kak, itu kan? Itu kan?” ucapku terbata-bata hingga aku lupa bertanya sama kak Yudha “Ternyata dia sudah punya pacar. Tapi dia tidak pernah memberi tahuku?” batinku dalam hati.
“Kenapa Ntan? Kok Intan kaget gitu?” tanya kak Yudha dan aku hanya bisa geleng-geleng kepala.
Sosok laki-laki itu semakin mendekat dan akhirnya, “Hyahh ngapain lu disini?” tanyanya.
“Gua? Ya makan lah disini…” jawabku.
“Lu pasti ngikutin gua kan? Gara-gara gua gak jawab pertanyaan lu yang tadi pagi?” tanyanya lagi (GeEr).
“Heh jangan GeEr dehh lu, gua bahkan nyesel ngapain juga mesti tanya sama lu.” Jawabku marah.
Kak Yudha kaget melihat tingkahku yang galak seperti itu lalu dia pun melerai kami berdua. “Sebentar, jadi kalian uda saling kenal tho?” tanya kak Yudha.
“Apa? Kenal?” ucapnya. “Kak, dia itu cewe galak dan sok di kelasku. Gila yaa kenapa mesti gua sekelas sama cewe kaya lu.” Kata Andre menunjuk tangannya ke arah wajahku.
“Cukup, cukup Andre. Sini dah kalian berdua duduk tenang dulu kenapa tho? Kaya anjing sama kucing aja kalian.” Kata kak Yudha menenangkan. “Gini, Intan ini Andre adik cewe kak Yudha. Dia emang baru pindah dari Semarang. Kakak sih berharap kalian bisa jadi dekat. Lha kok malah jadi kaya anjing sama kucing tho yoo.” Ujar kak Yudha.
“Dia duluan kak yang mulai. Orang di tanya baik-baik kok jawabnya judes gitu.” Kataku menyalahkan Andre.
“Eh lu tu yang tanyanya gak sopan sama orang yang baru pertama ketemu.” Ucapnya yang tidak mau mengalah.
“Halahh udah udah.. kalian masih ribut aja. Ati-ati nanti jadi dilemma jatuh cinta lho?” kata kak Yudha.
“Hiyaaahhh najis, amit-amit dahh.” Ucapku dan Andre bebarengan. Sempat aku melihat wajahnya “Tapi dia emang ganteng mirip kak Rama lagi. Ya Tuhan… apa yang harus aku lakukan?” ujarku dalam hati.
***
Semenjak itu, saat aku sedang jalan dengan kak Yudha pasti disitu ada Andre yang slalu mengikuti kami berdua.
“Kak, kenapa si dia slalu ada dekat kita?” tanyaku pada kak Yudha.
“Intan, dia itu kan adik cewe kakak. Kakak harap Intan memaklumi karna dia disini sendiri nduk.” Jawab kak Yudha.
Jawaban kak Yudha seolah-olah membuatku merasa seperti tersingkirkan dari kehidupannya. Dia slalu bilang karna Andre adik ceweknya lah, dia tinggal sendiri di Jakarta lah, apalah dan aku bosan mendengar alasan kak Yudha. Dia seperti lebih mementingkan pacarnya sekarang daripada aku. Tiba-tiba saat kami bertiga sedang makan, kak Yudha mendapat telfon. Lalu dia menitipkanku pada Andre.
“Intan, kakak jemput kak Risma dulu ya. Dia sedang di Jakarta jenguk Andre. Andre tolong titip Intan.” Kata kak Yudha.
Aku tercengang dengan sikap kak Yudha tersebut. Kenapa sih mesti dititipan sama Andre, aku kan bisa sendiri.
“Bang, ini duitnya.” Ucapku langsung pergi meninggalkan Andre.
“Eh, mau kemane lu Ntan?” tanya Andre tiba-tiba.
“Bukan urusan lu.” Jawabku jutek.
Aku langsung pergi dan Andre berlari menyusulku. Tiba-tiba dia menghadang perjalananku dan memegang kedua lenganku.
“Oke, gue mau ngomong sama lu. Bisa kan kita ngomong baik-baik aja?” tanyanya.
Aku melihat matanya, seolah-olah dia memang ingin berbicara sesuatu padaku. Aku pun terima ajakannya. Kami pun pergi ke taman dekat sekolah dan duduk disana berdua. Andre pun mengawali pembicaraannya.
“Ntan, gua tau. Gua salah dari awal galak sama lu. Makanya lu kayanya benci banget dah sama gua. Kak Yudha nitipin lu ke gua, ya gua ngerasa bertanggung jawab buat jagain lu.” Ucapnya. Awalnya aku ragu, tapi… “Ntan, lu tau gak? Semenjak gua sering jalan bareng sama lu, gua ngerasa kalau lu cewe yang manis dan baik. Gak seperti yang gua bayangin awalnya.” Ucapnya lagi.
“Halahh ngegombal. Males banget.” Kataku jutek.
“Gua gak gombal, gua tulus sama omongan gua. Gua tanya-tanya sama kak Yudha juga tentang lu. Dan apa yang di omongin kak Yudha beda jauh kaya yang gua fikirin. Itulah kenapa gua merasa kalo gua suka sama lu, gua cinta sama lu.” Ucapnya.
Aku sempat kaget dan terkejut dengan apa yang dikatakan Andre padaku. Tidak percaya apa yang di katakannya. “Lu boong, ngigo lu ndre. Udah gua mau pulang.” Kataku.
“Ntan, Andre tulus kok sayang sama Intan. Dia ngeintrograsi kakak terus nih. Tanya-tanya tentang Intan.” Tiba-tiba kak Yudha datang bersama dengan kak Risma pacarnya. “Lagian, gak ada salahnya kan? Meski Andre sifatnya gak sama kaya Rama, tapi wajah dia mirip seperti Rama.” Ucapnya lagi.
Aku masih tetap terdiam, belum memberi jawaban apapun. Dalam benakku “Aku memiliki kak Yudha yang mempunyai sifat hampir sama seperti kak Rama. Tapi wajah kak Yudha berbeda jauh dari kak Rama. Sedangkan Andre teman satu kelasku, dia wajahnya mirip seperti kak Rama, dan aku seperti menemukan sosok kembali kak Rama dalam 2 orang yang berbeda.” “Ndre, maafin gua ya. Gua bingung mesti jawab gimana. Tapi gua seneng gua bener-bener nemuin sosok kak Rama meski dari dalam 2 orang yang berbeda. Kak Yudha dan lu. Thanks banget yaa. Dan gua mau jadi cewe lu.” Jawabku padanya.
Pada akhirnya aku pun bahagia karena mereka slalu membuatku bahagia, dan aku merelakan kepergian kak Rama untuk selamanya. Namun hatiku tetap hanya ada kak Rama tercinta. [selesai].
*30 Agustus 2010*