9 May 2018

Muslim Society in Germany

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,


Ini cerita lanjutan tentang Muslim di Jerman. Jika sebelumnya saya menceritakan tentang makanan halal di Jerman, kali ini saya akan menceritakan tentang bagaimana kehidupan jika muslim hidup di Jerman. Biasanya ada yang sering menanyakan ke saya tentang sikap orang Jerman sendiri terhadap warga muslim yang tinggal di Jerman itu seperti apa. "Vida, kamu kan muslim ya di sana? Terus orang-orang Jerman sendiri ketika melihatmu mengenakan kerudung dan tau bahwa kamu muslim, bagaimana sikap mereka?"

Well, sebenarnya mah sikap mereka biasa-biasa aja terlepas dari saya yang beragama Islam. Mereka menghormati warga yang menganut Islam di daerahnya. Dulu, ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di Jerman saya kira saya yang akan sendirian yang muslim dan mengenakan kerudung. Rupanya, anggapan saya salah besar, bahwa di mana-mana masih ada muslim di sekitar kita meskipun memang tidak se mayoritas di Indonesia. Mereka justru saling respect to others kalau saya lihat ya.. Banyak beberapa muslim yang berasal dari Maroko, Turki, Algeria, Irak, Iran dan lain-lain. Mereka juga masih tetap mengenakan kerudung meskipun bukan tinggal di negara mereka sendiri, bahkan mereka juga masih tetap berpuasa meskipun waktu puasa di Jerman hampir 20 jam lamanya.

Suatu hari, ibu asuh saya di sana menyampaikan kalau dia bertemu dengan seorang muslimah berasal dari Uzbekistan. Namanya Saodat, dia meminta nomor muslimah ini supaya saya bisa ada teman mengobrol dan teman saling berbagi. Saking excitednya saya, saya pun menghubungi dia. Memperkenalkan diri. Pertemuan pertama kali diawali dengan berbagai macam cerita yang tidak terduga. Dia menceritakan bagaimana dia bisa berhijrah di negara yang minoritas muslim ini.

Menurutnya, "Vida, kamu harus banyak bersyukur karena lingkunganmu mendukungmu untuk melakukan banyak hal sesuai dengan ajaran agama kita. Jujur aku iri dengan orang-orang yang dapat mempraktekan kewajiban sebagai seorang muslim. Aku baru mengenakan kerudung setelah aku di Jerman. Tapi Allah memang Maha Luar Biasa Baik yaaa.. Dia memberi hidayah kepadaku di saat aku berada dalam situasi yang menurutku terburuk. Ada kala di satu titik aku merasa mulai jenuh, hingga datanglah Allah yang menolongku melalui beberapa orang".

Waaaa that story were touch meeee! I don't know what I could say, just Alhamdulillah... Kerennya si Saodat ini adalah dia sudah berjilbab dan berkerudung syar'i, berbedalah dengan saya yang masih mengenakan jeans ala-ala dengan gaya yang ala-ala modern. Salut banget, karena baru berhijrah dia bisa berusaha untuk melakukan sebisa mungkin yang menurutnya baik. Saking terlalu asiknya bercerita, pertemuan pertama kami akhirnya harus berakhir karena sudah larut malam. Ada rasa bahagia tersendiri buatk bisa berjumpa dengan Saodat yang mashaAllah memberi pandangan rasa syukur kita sebagai umat muslim yang tinggal di mayoritas. "Ich muss aber jetzt los, Saodat. Wir treffen uns wieder irgendwann, wenn du Zeit hast" -- "Ja, klar. Kannst einfach mir schreiben".

Setelah pertemuan pertama dengan Saodat, saya kembali berjumpa dengannya. Luar biasanya adalah saya diajak berkeliling ke muslim society di wilayah Frankfurt. Pertama kali yang saya dan Saodat kunjungi adalah Islamic Center yang namanya Zentrum der islamischen Kultur Frankfurt, tempatnya boleh dibilang masih di wilayah dalam kota bahkan tidak terlalu jauh dari pusat perkotaan Frankfurt sendiri. Kalau Saodat bercerita sih, Islamic center yang ini didirikan oleh komunitas muslim Arab yang tinggal di Jerman. Tempatnya bukan berbentuk masjid, namun ada tempat sholatnya yang cukup luas karena saya sempat menumpang sholat Ashar di sana (maaf yaaa.. saya nggak sempat memfoto tempatnya) huhu :((

Setelah itu, saya menuju masjid yang dekat dengan daerah Hauptwache. Hauptwache adalah salah satu stasiun pemberhentian trem di Frankfurt yang letaknya di Zeil atau pusat kotanya Frankfurt. Tidak perlu berjalan jauh dari stasiun, kami menemukan tempat untuk sholat dan sangat kecil. Bentuknya seperti kamar kos saya, tapi mungkin agak sedikit besar berukuran sekitar 4x4. Daaaann if you know what? Di sana aku bertemu dengan seorang muallaf Jerman dan beliau sangaaat anggun dan cantik dengan kerudungnya yang menjulur. "Ich hab Islam einfach gefunden, und denke, dass Islam wirklich schoene Religion. Ich hab niemals so was fuehlen, deswegen lerne ich ueber Islam". MashaAllah... Allahu Akbar!!! Merinding mendengarnya... Alhamdulillah... Saya benar-benar bersyukur dipertemukan dengan orang-orang luar biasa ini. (daaaan sekali lagiii maaf... karena kami sungguh tidak berfoto. Dikarenakan adab dan sopan santun, padahal untuk kenang-kenangan sangatlah mengenang).

And afteer loooong journey, I didn't meet with Saodat again. I don't know why, may be, she is on focus by her study, that's why she was very busy. But in another chance and time, Qadarulloh we met again... and she invited me to her boarding house. Di sana saya bertemu dengan teman-teman Saodat yang berasal dari Rusia, Nigeria, dan Jerman sendiri, mashaAllah ini mah ketemunya bidadari-bidadari surga semua (aamiin...). Saya merasa tidak sendiri karena masih ada teman yang seaqidah dengan saya, yaaa meskipun saya masih sangat-sangat belajar dari mereka yang benar-benar menutup dirinya dan menjaga dirinya...

Naaah... di muslim society in Germany ini mungkin saya lebih fokus bertemu dengan orang-orang yang membuat saya justru lebih banyak belajar dari mereka yaa.. InshaAllah, di tulisan selanjutnya akan saya sampaikan tentang masjid yang ada di wilayah Jerman dan sekitarnya :')

Wassalamu'alaykum Warohamtullohi Wabarokatuh


Jika kau ingin benar-benar menemukan-Nya, maka salah satu cara adalah mendekap-Nya erat, bertemu dengan orang-orang shalih/ shalihah dan jangan malu untuk menceritakan apapun pada-Nya. Karena sejatinya manusia adalah akan kembali kepada-Nya. Diri kita hanya tinggal menunggu waktu. 
Semoga tetap menjadi muslim/ muslimah yang Sami'na Wa ato'na yaa deaar... :')


-vidahasan-
Share:

2 May 2018

Pendidikan Di Tapal Batas

Assalamu'alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh,

Dear Friends,

semoga kamu tidak bosan dengan apa yang ingin saya tuliskan di blog saya ya. Yep! Karena lagi-lagi saya akan menceritakan tentang daerah pedalaman di mana 2 tahun lalu saya ditugaskan di sana. Berada di tempat yang daerahnya berbatasan dengan wilayah Malaysia membuat diri saya ini tersadar bahwa, Indonesia butuh orang-orang yang mempunyai pikiran "gila" untuk bisa merubahnya. Meskipun yang dilakukan adalah hal-hal kecil, yang penting adalah membuat dirinya bahagia sehingga orang di sekitarnya juga ikut merasakan kebahagiaan.

Berawal dari penasarannya saya dengan gerakan pendidikan seperti Indonesia Mengajar atau SM3T, sebelum lulus kuliah saya memasukkan dan menuliskan 2 nama tersebut di catatan wish list saya. Loh... Padahal nih, seorang Vida yang dulu kuliah di jurusan pendidikan bahasa Jerman, bahkan skripsi saja bukan mengambil ke ranah pendidikan, yang maunya sok sokan sastra justru memasukkan agenda mengikuti gerakan pendidikan di wish listnya. Kebayaaaang nggak siihh?? But, really I couldn't imagination for that! 

Saya mempertimbangkan salah satu dari dua pilihan tersebut yang akan ambil. SM3T jurusan saya tidak ada di dalam daftar pilihan, sedangkan Indonesia Mengajar siapapun boleh ikut serta untuk turun tangan, bahkan tidak hanya yang mempunyai background pendidikan, mau dia dari sarjana lulusan teknik, psikologi, akuntansi, dan lain-lain boleh ikut menjajal untuk mendaftar. So, I registered my name in this website. 

(pokoknyaa udah jadiii aja yaaa jadi pengajar muda terus uda ada di penempatan. Takut kelamaan ceritanya. Panjang soalnya mah....)

Intinya, dari kegelisahan yang berawal "Lah, aku sarjana mah pendidikan. Tapi gengsi banget buat ngajar di sekolah? Lah mereka? yang bukan sarjana pendidikan aja mau kerja di bidang pendidikan?" Astgahfirulloh... Betapa yaaa sombongnyaaa diri saya ini. Gaya, gengsi, sok-sokan, rasanya ada semua hal-hal demikian yang memang harus saya buang jauh-jauh...

Daaaaannn... Allah Maha Baik, Super Duper Baik. Bisa jadi, saya benar-benar diberi kesempatan untuk melihat langsung bagaimana pendidikan di daerah yang jauh dari fasilitas nyaman dan lengkap. Saya dipertemukan dengan sahabat-sahabat yang menjadi saudara saya yang luar biasa, yang seringkali memberi asupan positif di kala saya merasa jenuh.

Allah mungkin ingin memperlihatkan saya supaya saya lebih sering bersyukur, "Vid, kalau kamu nggak berpendidikan, kamu nggak akan bisa sampai ke Jerman, atau seperti sekarang ini"- "Vid, coba apa yang sudah kamu lakukan, apa kamu nggak mau dibagikan ke orang lain yang mungkin dari cerita-cerita kamu mereka lebih bisa bersemangat lagi untuk menggapai mimpinya?" Pertanyaan-pertanyaan ini selalu memacu di pikiran dan benak saya.

Di sana saya justru menjadi seorang pembelajar. Pembelajar yang benar-benar harus mensyukuri rasanya hidup di daerah yang fasilitasnya boleh dikatakan lengkap. Melihat anak-anak didik di daerah perbatasan membuat saya lebih banyaaak bersyukur, lebih banyak termotivasi, karena mereka tidak pernah mengenal kata menyerah bahkan mengeluh sekalipun. Apa yang mereka perbuat, ya cukup mereka syukuri. "Daripada nggak sekolah? Mau jadi apa anak-anak kami?" Kebanyakan dari orang tua murid selalu menyampaikan demikian.

Saluuut aslii saluuutt.. Belum lagi dengan perjalanan beberapa murid yang harus mereka tempuh berkilo-kilo meter dengan berjalan kaki melewati hutan sawit, coklat atau naik turun bukit yang cukup curam, bahkan tanah saja sempat longsor atau bahkan mereka rela tidak mengenakan alas kaki hanya demi menjaga sepatu mereka supaya tidak rusak. Selain itu, baiknya lagi Allah sama sayaaa... dipertemukan terus dengan orang-orang baik yang ada di sana. Meskipun memang baru pertama kalinya bertemu. Ada ajaaa untuk menawarkan bantuan-bantuan yang tak pernah diduga. MashaAllah... :")

perjalanan menyenangkan bersama anak-anak bukit Sion. Mendaki gunung lewati lembah :)
Allah kurang baik apa coba sama kita? Buku tinggal beli di toko buku terdekat, mau apa ajaaa juga dipermudah, tapi yaa kurang bersyukurnya diri kita pada-Nya.. Maka dari itu, memberi manfaat adalah salah satu cara untuk kita bisa menikmati keanugerahan-Nya. Semoga kita selalu menjadi hamba yang tak pernah kenal lelah untuk mencari ilmu dan membagikan ilmu kita kepada siapapun. Karena setiap orang adalah guru, setiap rumah adalah sekolah (Ki Hajar Dewantara).

Wassalamu'alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh


Menjadi pendidik adalah sebuah anugerah dari Allah. Karena dengan demikian pendidik bisa belajar dari anak didik, begitu pun sebaliknya. Bisa jadi ada simbiosis mutualisme di dalamnya. :)

"Orang-orang yang berilmu kemudian dia memanfaatkan ilmu tersebut (bagi orang lain) akan lebih baik dari seribu orang yang beribadah atau ahli ibadah". (H.R. Ad-Dailami)


Share: