25 October 2023

Jalawastu's Journey [Part 2]

In the morning when I wake...

I woke up at 3 am and going to take a bath. Kalau nggak demikian pasti mengantri dengan tamu yang sedang menginap lainnya di rumah Pak Dastam. Awalnya, kami tidak ada berniat untuk menginap di rumah Pak Dastam, namun ternyata tubuh ini lunglai tak berdaya yang akhirnya aku, Audi dan beberapa teman lain ikut tumbang. Teman-teman lain, yang malam harinya berkunjung ke sesepuh adat tidak tega membangunkan kami yang sudah pulas tertidur. Selain, kami ada beberapa tamu dari dinas juga yang menginap di rumah Pak Dastam. Seru karena semakin malam orang berlalu lalang, aku pun tidur semacam kucing yang masih sering terbuka sedikit-sedikit matanya. hihihi

Setelah mandi dan beberes, pukul 05.30 kami menuju ke kampung budaya Jalawastu yang lokasinya lebih naik lagi dari tempat kami menginap. Sekitar 1 kilometer dari rumah Pak Dastam menuju tempat upacara adatnya. Setibanya kami di sana, sudah ramai berlalu lalang penduduk dan hmmm kampungnya sudah terlihat berbeda dari tahun 2020, waktu pertama dan terakhir kali aku melihatnya. Aku dan mbak Dewi mencoba merefleksikan apa yang berbeda di tahun ini dan tiga tahun yang lalu. Oohh... beberapa rumah yang saat itu sempat kami berfoto di depannya sudah tidak ada, rumah-rumah yang sekarang cukup warna-warni dan mencolok, bahkan jika boleh dibilang, dibanding tiga tahun lalu rumah-rumah tersebut sudah semakin lumayan modern meskipun masih menggunakan papan kayu. Hmmm...

Ekspektasiku menurun dengan kondisi demikian. Di tahun 2020 sebelum pandemi, aku dan mbak Dewi sempat datang berkunjung. Namun, karena kami datang telat dan tiba pukul 7 pagi akhirnya tertinggal melihat langsung upacara adat Ngasa-nya. Semua orang sudah kembali turun ke bawah, kami malah baru naik ke atas menuju Kampung Adatnya. 

Nah, yang sangat sangat berbeda di tahun ini adalah seharusnya upacara adat sudah dimulai sejak pagi-pagi buta, saat datang ke sana pukul 6 pagi masih berasa sepi. Tempat masih belum penuh dengan masyarakat kampung. Dapat kabar, bahwa ternyata ada yang harus ditunggu dari Dinas/Pemerintah yang akan berkunjung ke kampung adat. Ealahh..

Saking bosannya, karena aku membawa kamera dan menjadi tim dokumentasi [dadakan] aku pun kembali turun ke bawah bersama dengan Audi. Lumayan lama menunggu di bawah atau gerbang masuk utama kampung Jalawastu, kurang lebih satu jam lamanya. And theeeennn... what I thought, waaasss different. That was out of my expectations. Karena oh karena rombongan yang ditunggu itu diiringi oleh drumband yang mana menurutku itu sudah sangat modern dan nggak menciri khaskan upacara adat. Kalau dengar dari Pak Dastam semalam, di Kampung Jalawastu gong dibunyikan saja sudah tidak diperbolehkan. And that was a drumband player. That shocked me!

Dulu ada yang namanya tumpengan besar yang dibawa bersama dengan rombongan, tapi yang terakhir aku temui tidak demikian. Bahkan yang sebelumnya aku sampaikan bahwa seharusnya protokoler yang mematuhi apa yang menjadi aturan adat ini malah kebalikannya. Duh nggak seseru itu ternyata. But yeaah nggak papa, jadi dapat insight dan cerita seru dari para sesepuh terutama om Heru nih. Asiiik ngobrol sama beliau yang tau banyak tentang kebudayaan.

Akhirnya karena di luar ekspektasi tersebut, kami berjalan kembali menuju parkiran di gerbang masuk. Ngopi, Ngemie, Ngobrol. Tapi saat sedang asik 3N dan akan beranjak kembali pulang, kami kehilangan satu orang yang jadi bagian rombongan kami. Yap! Si Samsuri masih tertinggal di atas, di lokasi tempat upacara adat. Sinyal tak kunjung hadir, lalu akhirnya aku dan mbak Dewi pun kembali menyusulnya ke lokasi upacara adat. Ehh dasar si Samsuri. Hihihi kalau nggak ngeboncengin mas Gusmo aja, juga udah ditinggal ini anak. Hwehehhe but it's okay. Everything will be alright.

Well, kita kembali ke sekelumit perjalanan pulangnya.

Setelah mengambil barang-barang yang kami tinggal di rumah Pak Dastam, kami meluncur turun "gunung". Om Jali dan Om Heru bercerita bahwa di sekitaran Desa sini ada sumber mata air yang dikenal agak keramat [anggap bahasanya demikian], namanya sumber mata air cipanas. Konon katanya, sumber mata air ini akan muncul jika waktu tertentu saja dan tidak semua orang dapat langsung menemukannya. Kami berkendara secara konvoi dengan beberapa sepeda motor. Aku, Audi, Pak Guru Aziz mendahului teman-teman yang lain. Saking keasikan dan tak melihat ke belakang akhirnya kami bingung setelah keluar gang pertama menuju kampung Jalawastu. 

Berasa tadi teman-teman di belakang kami, kenapa sekarang jadi menghilang? Ditunggu tak kunjung muncul, yang pada akhirnya kami pun kembali masuk ke gang dan naik lagi menuju kampung Jalawastu. Rupa-rupanya, mas Gusmo dan teman-teman lain berhenti di salah satu tempat yang konon katanya itu merupakan sumber mata air cipanas tersebut. Untung saja, Samsuri dan beberapa rombongan lain dari teman-teman Ketanggungan sedang duduk menunggu motor yang sedang terparkir.

Aku, Audi dan Pak Guru Aziz pun menyusul teman-teman yang sudah turun. Kutelfon mbak Dewi dan aku diminta untuk terus menelusuri jejak sampai berjumpa dengan titik turunan menuju sungai. Yap! Ketemulah kami dengan teman-teman yang katanya pun tertinggal jejaknya dari Mas Gusmo, mbak Okta, mas Viktor dan Om Jali. Seruuu..

Sembari menunggu rombongan yang turun ke sungai naik kembali, kami pun berfoto ria. #eeaa

Mas Gusmo bercerita, bahwa saat mereka turun ke sungai mereka mengikuti seorang ibu yang baru selesai dari ladangnya. Jalannya cepat dan setelah menunjukkan tempat sumber mata airnya Ibu tersebut langsung pergi tanpa jejak. Entahlah katanya, tapi menurutnya Sumber Mata Air Cipanas ini memang muncul di waktu tertentu dan yang mencari memang mempunyai tujuan mulia maka mata air tersebut akan muncul dengan sendirinya. Mungkin hanya karena penasaran, jadi mata air tersebut tidak muncul dan mas Gusmo tidak bisa menemuinya. :')

Yasudah, kami pulang tentu saja tidak dengan tangan kosong. Kami pulang dengan membawa cerita seru yang pada akhirnya aku tulis di blog ini. :)

Well yeaah.. akhirnya hutang bercerita di Jalawastu selesai juga. 

_vidahasan_




Share:

Jalawastu's Journey [Part 1]

Yep! After looong break, I think that I should write again about my journey. It's not (so) my journey, but what I see, what I do, it makes better if I can share it to you with my (bad) writting. I'm not a writer, but I try and want to be a good writter or story teller. Na ja, even though I just did it and shared it in my (old) blog. So, let me share to you about my (our) journey went to Jalawastu almost more than months ago. (hmm I forgot that I want also to write in Deutsch). Ja ja ja...

So, here it is...
Be calm. I'll be write of course in Bahasa.

Aku akan bercerita menggunakan bahasaku yang mungkin lebih ke bahasa informal. Supaya, aku lebih nyaman menceritakannya.

Perjalanan ke Jalawastu ini sudah direncanakan sejak satu minggu saat Kak Sophie, mbak Dewi, Om Gusmo berkeliling ke wilayah Banjarharjo. Ekspedisi pertama dalam rangka project re-inviting Brebes. Sayangnya, di ekspedisi pertama ini aku tak bisa ikut karena kami harus berbagi tugas untuk jaga kandang. Tepat di hari yang sama karena ada jadwal Pojok Musik. Hanya khawatir kalau pulangnya terlalu larut.

Banyak cerita yang aku dapatkan dari sejarah-sejarah masa lalu di wilayah Brebes. Bahwa Brebes ternyata merupakan sebuah Universitas dimana banyak para raja-raja justru belajar di Kabupaten Brebes ini. Lalu, ada cerita bahwa Brebes merupakan salah satu Kabupaten yang biasa disebut Manusia Antara. Makna Manusia Antara ini aku dapatkan saat ikut menyimak diskusi pertama kali yang diikuti oleh Mas Gusmo, Mbak Ibe, Pak SS, Pak Azmi, Rara dan Kak Sophie. Menarique sekali mendengarkan mereka berdiskusi.. Sayangnya, aku tak sanggup melanjutkan karena sudah mulai human error kalo jam-jam setelah isya. hehehe

Tapi tenang, aku akan share link cerita menarik tentang Peristiwa Tiga Daerah. Ini ada temuan-temuan yang bisa dibaca dan seru bisa mengenal Brebes lebih dalam lagi...

Setelah berdiskusi panjang dan berkeliling ke Banjarharjo, tempat tujuan selanjutnya yaitu Jalawastu. Salah satu Kampung Budaya di Desa Cisereuh, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes. Jarak yang ditempuh kurang lebih 25km kalau dimulai dari Padepokan Kalisoga. 

Kalau ditanya, why we are going to Jalawastu? Di sana setiap tahun sekali pada hari Selasa Kliwon  antara tgl 1-7 Maret selalu diadakan upacara adat Ngasa. Upacara adat Ngasa ini merupakan sebuah upacara untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas segala hal yang telah diberikan baik pangan, papan dan sandang. 

Perjalanan ke Jalawastu ini dilaksanakan mulai tanggal 27 Februari dan di sore hari. Aku bersama yang lainnya menginap satu malam di sana. Alasannya karena, Upacara Ngasa ini dilaksanakan di pagi hari mulai pukul 06.00.  Jadi, supaya tidak tertinggal upacara sakralnya kami memutuskan untuk melakukan perjalanan di sore hari sekitar pukul 16.30.

Adalah aku, mbak Dewi, mas Gusmo, mbak Okta, Samsuri, Audi, mas Aziz beserta istri dan anaknya yang berangkat dari Slatri/Padepokan Kalisoga. Di Desa Buara, tepatnya di Bendungan Cisadap kami bertemu dengan rombongan Losari yang sudah menunggu di sana. Setelah berjumpa, kami berhenti, beristirahat sejenak sekitar 5-10 menit lalu melanjutkan perjalanan kembali.

Tim Losari yang ikut dalam ekspedisi ini yaitu mas Dani, mas Viktor, mas Burhan, om Jali dan om Heru, Mereka merupakan para penggerak literasi di wilayah Losari dan sering berdiskusi dengan kami di Padepokan Kalisoga (kecuali om Jali dan om Heru, karena aku baru berjumpa dengannya). Rombongan pun menjadi banyak berjumlah 13 orang (plus gadis kecil berusia empat tahun). 

Perjalanan yang kami tempuh sangat seru. Kami melewati toang/sawah hijau, Desa Cikeusal yang jalannya uhuy ulala, lalu melewati hutan dari ada sinyal hingga tak ada sinyal sekalipun, beberapa ruas jalan yang terkena longsor dan becek hingga aku yang dibonceng oleh Audi harus turun dari motor karena takut terpeleset. Lalu, tambah lagi naik turun jalan yang berbukit tanpa ada listrik atau lampu dimana-mana. 

Akhirnya, kami pun tiba di rumah Pak Dastam. Beliau merupakan mantan ketua adat di kampung budaya Jalawastu. Disambut dengan hangat dan ramah, serta berjumpa dengan Pak Wijanarto. Pak Wijan merupakan Ketua Dewan Kesenian di Kabupaten Brebes. Beberapa kali sering berjumpa dengan beliau, bahkan sempat menjadi narasumber di program Padepokan Kalisoga. 

Setelah meminta izin ke toilet, bersalaman dengan para tamu yang sudah hadir terlebih dulu, sejenak kami melepas lelah dan berchit chat sebentar. Pak Dastam menawarkan makan malam yang sudah tersaji di atas meja dengan beberapa menu khas saat acara upacara adat ngasa. Ada dedaunan semacam poh-pohan [lupa lagi nama daunnya apa], ada ayam goreng, ada tumis tempe, tahu tempe, lepet, opor ayam dan beberapa sajian lainnya. Dari ceritanya Pak Dastam, mumpung malam ini masih diperbolehkan makan daging jadi, kami sajikan daging. Besok  orang-orang yang ikut upacara adat sudah tidak diperbolehkan makan daging dan harus menu nabati. 

Setelah makan malam, kami ngobrol seru dengan tuan rumah, yaitu Pak Dastam. Pak Dastam bercerita banyak hal tentang upacara Adat Ngasa, kebudayaan di kampung Jalawastu juga. Menurutnya, dulu kampung Jalawastu tidak seperti ini, jauh dari kata modern. Tidak diperbolehkan ada bangunan batu dan harus terbuat dari papan kayu. Alasannya karena para leluhur memang masih belum mengizinkan bangunan batu masuk ke dalam kampung adat. Namun, seiring berjalannya waktu, ada beberapa bagian di Jalawastu yang akhirnya terbangun bangunan yang didirikan. Hal ini dikarenakan, masuknya pendidikan di kampung kebudayaan tersebut sehingga bangunan berbatu pun mulai tumbuh di sana.

Selain itu, kampung Jalawastu sudah mulai dikenal oleh banyak orang bahkan termasuk salah satu tempat wisata kebudayaan yang tercantum sebagai salah satu destinasi wisata di Kabupaten Brebes. Akhirnya, "rasa kepemilikan" kampung Jalawastu pun ditarik ulur oleh masyarakat adat dan pemerintah di Kabupaten Brebes. Sejak tahun berapa pun pada akhirnya kampung Jalawastu sebagai destinasi wisata saya jujur masih harus mencari informasinya kembali.

Setelah bercerita dengan Pak Dastam, ada pagelaran seni di lapangan dekat rumah Pak Dastam. Saya pun menuju ke sana sambil mendokumentasikan acaranya. Pagelaran Kolak Janda ini bercerita tentang kehidupan masyarakat di Kampung Jalawastu pada masa lampau. Saya lupa-lupa ingat, tapi pagelaran ini cukup unik dengan dekorasi dan perlengkapan yang bikin mesem-mesem. Selain itu, diiringi juga dengan gamelan atau alat musik khas sunda yang menarik.

Tak bertahan lama, saya kembali menuju rumah Pak Dastam. Saya memulai merebahkan diri karena lelah menempuh perjalanan yang lumayan. Audi sudah tepar terlebih dahulu sebelum yang lainnya, bahkan saya undur diri dari obrolan karena tak kuasa menahan kantuk. Kawan-kawan yang lain masih terus berupaya untuk mencari tahu tentang kebudayaan di kampung Jalawastu tersebut. Mereka pergi ke sesepuh adat yang benar-benar asli dari Kampung tersebut. 

Menurut cerita dari Mbak Dewi, beliau merupakan sesepuh adat asli yang merupakan turunan langsung dari ketua adat yang lama. Ada permainan politik selama, kampung budaya Jalawastu diambil alih oleh Pemerintah. Banyak kejadian-kejadian unik yang terjadi, contohnya adalah upacara yang seharusnya dilaksanakan setelah shubuh tepat harus menunggu protokoler. Seharusnya, sebagai kampung adat protokoler yang harus patuh dengan aturan adat bukan adat yang patuh terhadap protokoler. 

Ini menarik untuk ditelaah lebih jauh kembali. Jadi, sebenernya ada apa dengan perubahan yang terjadi di Kampung Jalawastu? Apakah teriming-imingi jabatan? hmmm

Let see what will happen in the morning...

_vidahasan_







Share:

9 February 2023

CHILDFREE

Duh udah lama juga ya nggak ngobrol-ngobrol seru di blog ini. hehe
Pasti alasannya slalu nggak punya waktu, padahal padahal udah tau males dan mager trus nggak mau mikir. Capek!

Gara-gara ada perbincangan yang lagi rame aja sih ini, jadi gatel juga kepengen nulis dan ngasih komentar yang mungkin agak lumayan panjang kali, karena nulisnya juga di blog. Hwehehe

Well yeah guys, lagi rame polemik kehidupan nih tentang salah seorang influencer yang tinggal di Jerman dan nggak mau balik ke negara Konoha (kalo kata orang-orang sih). Apakah ideologi seseorang bisa berubah sedemikian rupa, karena ia menempuh pendidikan di negeri barat sana? Hmm, le' me tell you...

Sebagai warga NKRI nih yang sejak tahun 2015 balik ke Indonesia dan pernah tinggal di Jerman, yang merupakan salah satu negara mbak influencer tersebut rasanya uhuy ulala. Uhuy ulalanya kenapa? Ternyata, kalau kita pegang prinsip kita bener-bener nih mau bagaimanapun kita tinggal di negeri barat insyaAllah ideologi kita yang udah dipegang itu nggak akan tergantikan. Alasannya simple, kita punya Allah yang 24 jam ada buat kita, bersimpuh dan minta pertolongan semoga dijauhkan dari segala hal yang menimpa keburukan ke kita. Itu aja...

Nah, terkait childfree yang dilontarkan oleh mbak influencer tersebut memang agak cukup "anarsis" sih ya hampir mirip sebelas dua belas lah ya sama anarkis. Dari beberapa informasi yang kudapatkan tentang mbak-nya tersebut, ia memperoleh sifat narsisnya dari Ibunya. Hmmm... I will tell you just from my point of view. 

Unfortunately, sangat disayangkan sebenernya ketika mbak-nya ini memilih untuk childfree. No, I'am not disagree, but how pity her decision. Childfree memang betul sebuah pilihan dan itu hak masing-masing orang, tapi coba deh apa iya doi sudah bener-bener discuss sama pasangannya, sama keluarganya (terutama kedua belah pihak) bahwa doi memilih untuk childfree. Kalau segala keputusan "ini kan hidup gue, jadi nggak perlu ada deal dari pihak lain terutama keluarga", itu berarti doi mementingkan egonya sendiri. Bukan begitu?

Apa doi nggak memikirkan perasaan yang lain, saat doi mengambil keputusan tersebut? Logika boleh terus berjalan, but you have also to respect with others. Kesel juga nih jadinya meskipun ya ujung-ujungnya I apreciate her decision. Balik lagi deh sama kata "sayangnya" itu ya guys ya..

Kenapa sih, vida bilang sayang bangeeet..

Mbak Gitasav ini wanita cerdas dan mandiri, dia slalu punya pemikiran-pemikiran unik dan out of the box banget. Rasanya sayang, kalau mbak Gita sebagai perempuan tidak mau meregenerasi pemikiran-pemikiran uniknya ke anak-anaknya kelak. Anak cerdas itu lahir dari seorang ibu yang cerdas pula bukan? Waahh.. Ini sih yang sangat disayangkan. Padahal mbak Gita bisa saja melanjutkan mimpi-mimpinya yang kelak juga akan dilanjutkan oleh anak-anaknya. 

Hmm.. kalau berpikir bahwa childfree itu bisa menekan penuaan, buatku juga kurang logic. Kalau yang dikhawatirkan doi adalah berisik karena mendengar teriakan anak-anak, nggak bisa tidur 8 jam, trus cepet tuanya sebenernya bisa juga diantisipasi. Aku rasa, mbak Gita pasti orang yang sangat well prepare. Kalau bisa membuat perencanaan diri saat ini, kenapa nggak mencoba buat membuat perencanaan yang lainnya? Daaaan paling penting, orang se cerdas mbak Gita, masa sih nggak bisa memberikan dampak baik buat keluarganya? Bahkan bisa jadi contoh buat keluarga dan keturunannya kelak loh.

Katanya, perempuan itu harus berdampak buat lingkungan sekitarnya? Katanya, perempuan itu harus mandiri? katanya, perempuan itu harus mempunyai pendidikan yang layak dan setara sama laki-laki? Naaaahhh.. dari segala hal yang disampaikan di youtube-nya doi tentang a woman independent, kalau doi kepikiran mempunyai anak kan bisa saja justru jadi belajar banyak hal.

Jadi kepikiran, sebenernya yang dipikirkan doi itu justru di jangka pendeknya deh, bukan di jangka panjangnya kalau punya anak. Duuuh, schade lah pokoknya kalau pemikiran cerdasnya ternyata cuman seuprit itu, sampai nggak memikirkan jangka panjangnya. I am still not married, but I will. Hakikatnya pernikahan adalah selain punya pasangan untuk menemani hidup, ada sustainability buat kelangsungan hidup dalam sebuah keluarga.

Ya kenapa aku bilang doi cuman mikir jangka pendeknya? Dari komentar doi yang anak-anak itu berisik dan bikin nggak bisa tidur selama 8 jam. Padahal yaa itu hanya akan terjadi di masa-masa usia emas si anak, kalo udah gede juga kan nggak akan berisik toh? Bahkan doi bisa kok tidur sepuasnya selama 8 jam kalau udah gede. Nah, klo anaknya udah gede pun doi masih bisa perawatan bareng, bisa diskusi hal-hal menarik dari pemikiran-pemikirannya yang berkembang, dan akan jadi sohib yang ngeklop banget pokoknya. Seyakin itu...

Ibarat kata, saat pertama kali mbak Gita mau ke Jerman pun juga pasti ada susahnya kan? Terus sekarang jadi influencer yang dipandang dengan pemikiran-pemikiran uniknya, yang bisa menghasilkan cuan sendiri dari bekerja dan content creator. Jadi, ada kebaikan-kebaikan hakiki yang didapat seandainya non childfree.

And then, kodratnya seorang perempuan yang berbeda dari laki-laki ya memang mengandung, melahirkan dan menyusui. Dari kodratnya itu, wanita jadi sangat dimuliakan. Pemikiran feminis kalau dalam islam itu, jadilah madrasah buat anak-anak kelak, karena Ibu adalah madrasah utama bagi anaknya. Dalam Islam pun wanita itu masih bisa mandiri, faktanya Ibunda Khodijah sebelum menikah dengan Rasululloh Sallahualaihi Wassalam berdagang dan bahkan saudagar kaya raya. Pun setelah menikah dengan Rasululloh dan memiliki keturunan, Ibunda Khodijah masih tetap berdagang. 

Ibunda Khodijah melahirkan keturunan yang cerdas dan bahkan sangat tawadu', memiliki rasa empati terhadap sesama. Coba deh kurang apa? Hmmm

Aku sih masih berharap mbak Gita mau melepas ego dengan kata childfree dan merespon hal-hal baik dari netizen, karena mbak Gita juga nggak bisa lepas dari kuasa-Nya. Kalau Ia sudah berkata, maka mbak Gita nggak akan bisa berbuat apapun kan? :) Harapanku juga mbak Gita akan melahirkan keturunan-keturunan yang cerdas seperti mbak Gita, karena seriusan pengen liat the next Gitasav and Partohaps. :)


Udah sih itu aja, komentar tentang childfree yang dilontarkan oleh mbak Influencer ini. :)

-vidahasan-

Tua itu pasti
 Menjadi dewasa itu pilihan
Bagaimanapun dirimu nanti
Ada Ia Yang Maha memberi keputusan


Share:

28 June 2022

Rumah Biyung

Sudah lama sekali bahkan sangat jarang di zaman sekarang memanggil Ibu dengan sebutan "Biyung" dan kata itu melekat dalam diri sejak aku pulang berlibur sejenak di Purbalingga beberapa pekan yang lalu...

Kali ini aku belajar dari keluarga Biyung yang sangat menghormati tamu. Malu sendiri rasanya, aku masih belum bisa full service seperti yang keluarga Biyung lakukan padaku dan temanku.

Kala berlibur di rumah seorang kawan dari Purbalingga, aku merasa begitu diperhatikan. Sebagai seorang tamu yang katanya adalah "raja" justru merasa malu. Bukan, bukan karena aku ingin dilayani, hanya saja aku sungguh tidak ingin merepotkan siapapun kala di sana. Tapi masyaAllah, perlakuan Biyung dan keluarganya bikin aku iri.

Usia Biyung sudah tak muda lagi, mungkin sudah sekitar 80an tahun. Tapi, meskipun aku tiba di sana pukul 01.30 dini hari, Biyung terbangun di tengah tidurnya yang asik gara-gara kedatanganku dan bahkan saat itu juga menggorengkan tempe mendoan khas Purbalingga. Meskipun bukan Biyung sendiri yang menggoreng, tapi rautnya sudah mengarahkan ke salah seorang putranya utk segera menggorengkan mendoan itu.

Malam itu, kami berbincang sembari menyeruput teh panas dan menikmati mendoan hangat. Pukul 02.30 kami masuk ke kamar masing-masing dan sudah disiapkan pula kamar, untuk kami bermalam di sana selama 2 malam.


Aku bangun pukul 05.15 lalu sholat shubuh. Sedangkan Biyung, Biyung malah sudah bersiap ke masjid pukul 4 pagi dan ketika aku bangun Biyung sudah sibuk asik sendiri di dapur. Betapa nih malunya kan, Biyung yang sudah tak muda lagi, tetep semangat jalan menuju masjid. Lah aku? Jam segitu mah masih molor :") Usai sholat, aku menemui Biyung dan sekedar ngobrol-ngobrol sambil minum dengan Biyung. Terngiang sampai sekarang klo aku lagi duduk di meja makan usai waktu sholat Biyung slalu menanyakan "Udah sholat?" Sepele. Tapi pertanyaan ini mengena. Makasi yaa Biyung, jadi reminder diri.

Sekitar pukul 6 pagi, Biyung beranjak dari kursi dan mengambil kantong belanja. "Biyung mau kemana?" -- "mau ke pasar" dan aku menawarkan diri untuk ikut mengantar Biyung berbelanja di pasar. Aku teringat mbah waktu jalan berdua sama Biyung. Bodohnya aku, aku malah lupa bawa pegangan padahal supaya jaga-jaga aja barangkali mau jajan juga di pasar. Alhasil tiap kali berhenti di pedagang Biyung nanya "Udah, mau jajan apa? Pilih" Laahh kookk duuh kurasa yap! Naluriah seorang Ibu saat bawa anaknya belanja, ujungnya pasti akan ditanya demikian. Aku hanya melihat daun pakis lalu berucap "waah pakis" aja, Biyung langsung ambil dan beliin pakis. Biyung makasi banyak-banyak...

Setelah cerita Biyung, aku terharu bahagia karna anak-anak Biyung meniru perlakuan Biyung. Selama di Purbalingga, kebutuhan nutrisi tercukupi, kebutuhan mental pun juga sama. Meskipun selama 2 hari di sana, perjalanan kami selalu ada drama hihihi tapi drama yang tak menyedihkan, hanya drama yang bikin keseruan hidup makin jadi bahkan uji nyali karena di setiap perjalanan kami jika mengikuti arah map ujungnya nyasar entah di mana. Tapi seriusan seseru itu perjalanannya...

Di hari pertama hal seru aja udah berasa. Pada intinya, kami berdua mencari ****mart sekitar desa situ. Rupanya tokonya jauh sekitar 5 kiloan lebih. Aku dan temanku tidak paham tentang daerah di desa itu, tapi tetap nekad berjalan. Selama perjalanan hingga pengkolan jalan paling ujung, rupanya masih juga belum menemukan. Padahal, di google map tokonya berasa deket. Ternyata masih jauh juga hwehehe Akhirnya, angkot to the rescue. Seseru itu menuju toko dambaan setiap orang aja butuh effort yang uhuy ulala... 



Kami berkunjung ke rumah Jenderal Sudirman. Rumah kuno Sudirman kala itu lahir dan segala aktivitasnya dilalui di rumah ini. Meskipun sudah banyak yang direnovasi dan keasliannya sudah tak terlihat lagi, namun kenangan akan selalu menjadi saksi. Nyari sroto, srotonya nggak jualan. Memang belum rejeki kami makan sroto favorit yang biasa disebut sroto pengadilan. Tapi tetep diusahakan makan sroto biar nggak penasaran meskipun di tempat lain yg bukan langganan anak-anak Biyung.


Lalu, menuju ke daerah Serang yang deket dengan kebun strawberry. Tempat ini adalah kebutuhan mental, karena hawa dinginnya bikin nagih. Berasa judulnya "lost in the mount" wkwk tapi serius tempatnya sangat menyenangkan. Desa, kebun, gunung dan kita. Eeaa 

If you know, setiap kali berkunjung di beberapa titik ruman anak-anak Biyung, pastiiii ada aja yang disajiin, pisang goreng lah, mendoan (lagi) lah, jus jeruklah, bahkan pulang-pulang dibawakan sayur mayur dan kentang hasil kebun sendiri atau semacam menyeduh kopi sendiri dan memilih minuman sendiri di warungnya (wkwk tamu macam apa ini..)

Setelah itu, bermain bulutangkis bareng anak-anak di sekitar rumah Biyung, main ke sungai sambil bertafakur duduk di bebatuan sungainya. MasyaAllah... Kadang suka mikir aja, kalau hidup setenang itu, ya ngebosenin juga sih. Tapi perlu sesaat untuk melakukannya...

Alhamdulillah.. sangat menyenangkan karena beneran short escape bangeeet bangeeet..

Biyung, Pak Rosyid, mas Kirman, Mas Mukhlis dan keluarga, keluarga mas Uhed, mas Felan terima kasih banyak sudah menjadi tuan rumah yang super duper kereeen.. semoga slalu diberkahi rejeki dan sehat slalu.

-vidahasan-

Terima kasih Bijaksana
Telah menyembuhkan jiwa




Share:

10 May 2022

Serba Serbi Yang Lagi Viral

Eh halooo...

Lagi rame nih masalah LGBT yang sudah beredar di televisi. Trus dengan begitu sedang heboh dan rame-ramenya, aku malah ngeposted foto beliau yang sedang ramai dibicarakan :) but well yeaaahh... I just wanna share to you, that yap! he's still my friend even different, he helped me everytime, humble when i need his help. So, what's wrong on that?

Jadi, kalau boleh sharing tentang Ragil (ya sebut nama saja karena sudah terlanjur viral). Pertemuanku dengan Ragil itu tanpa sengaja dan karena kita memang ditempatkan di satu tempat kerja yang dulu aku bekerja sosial di panti berkebutuhan khusus. Boleh yaa dibaca ceritanya tentang Freiwilliges Soziales Jahr di Jerman kalau ada yang penasaran.

Di WHH (tempatku bekerja) aku satu atap dengan Ragil, awal pertemuan kami pun aku sudah merasakan bahwa he's different. Terus aku harus gimana? Menolaknya? Yaa karena kita satu atap iya kali aku menolaknya. But if you know, I have still many friend who's different like Ragil kok. Temannya Ragil juga temanku juga, dan bahkan dia yang bantuin aku mencari hostfamily saat aku pengen banget pergi ke Jerman. Di awal bertemu, mereka memang sudah sangat jujur padaku bahwa mereka penyuka sesama jenis. Aku menolak dan nggak bisa menerimu itu, itu dosa besar dalam agama Islam (aku masih belum mencari tahu di agama lain seperti apa), but at least di luar penolakan besarku tentang mereka yang penyuka sesama jenis, mereka really helpful. 

Mungkin balik lagi ke circle di mana kita bekerja kali yaa... Tapi sejujurnya pertama menginjakkan kaki di Jerman, obrolan-obrolan tentang LGBT memang sudah sering masuk di otakku. Terus-terusan nggak pernah henti bertanya "terus gimana kalo aku punya teman yang demikian? Aku harus apa? Aku harus menjauhinya kah? Atau justru aku rangkul dan aku ingatkan?" And then.. Yap! Lagi-lagi Allah nguji keimananku bertemu dengan mereka yang berbeda tersebut. Bahkan suatu ketika seorang junior mengirim pesan dan berkata jujur bahwa dia adalah penyuka sesama jenis, dia bahkan mengaku ingin sekali berubah dan sedang diusahakan untuk berubah. Meskipun pada akhirnya, sekarang ia pun juga di Jerman and I don't know what happen to him now! It could be... he's still the same as it was :)

Well, guys, saat aku di Jerman, aku sejujurnya nggak bisa lepas dari lingkaran ini. Ada beberapa alasan yang membuatku tetap berada di lingkaran tersebut. Pertama, aku masih satu tempat kerja dengan Ragil, kalau ada apa-apa aku hanya punya 2 orang Indonesia yang memang kita bekerja di satu tempat yang sama. Kollega yang lain, mereka baik tapi tetap saja berbeda bukan? Makanya, aku nggak bisa lepas dari lingkaran ini. Even kita di luar pun akan tetap dengan circle yang sama; Kedua, teman mereka adalah temanku juga, dan saat aku butuh bantuan pasti ada aja yang slalu helpful... Nggak punya kenalan lainnya. Contoh: saat aku sedang bepergian ke kota lain, dengan circle mereka aku dapat tempat untuk menginap tanpa harus memesan kamar hotel atau aku bisa dapat makan gratis dan bahkan bonus tourguide setempat karena kita nggak tau tentang kota itu. Jadi, circle mereka ya circle ku juga...; Ketiga, yaa sebagai teman doa adalah sebaik-baiknya tindakan kok. Rasululloh juga bilang kan, kalau kita mau ngasih tau seseorang hal baik lakukan dengan 3 cara dengan menyampaikan secara lisan, dengan perbuatan, dan terakhir ketika keduanya tidak bisa maka sebaik-baiknya perbuatan adalah dengan mendoakan. Mendoakan supaya mereka mendapatkan hidayah.

So, aku kenal Ragil dan Fred sebelum mereka viral seperti sekarang ini. Aku pun pernah tanya ke Ragil, apa yang menyebabkan ia demikian. Jawabnya bikin sediiiih... :( terutama di lingkungan dan penolakan-penolakan yang terjadi pada dirinya. Pernah sempat ingin berubah, tapi ketika dia bergerombol di kumpulan para pria ia justru tidak diterima dan sering dikata-katain. Akhirnya dari penolakan demikian ia menerima dirinya yang seperti itu. I know his feeling... Tapi sejujurnya emang suka nggak nyangka aja kalau dia bakalan sevulgar itu untuk "mendakwahkan" prinsipnya. and of course I'm against it... Aku nggak sepakat dengan dia memamerkan kemesraannya, kecuali dia mau menyampaikan hal-hal baik yang dia lakukan di Jerman, tentang kerja sosialnya, tentang Ausbildungnya, tentang sekolahnya, atau bahkan tentang pekerjaan dia. Do and don't when we're travelling in Germany, just it... no more! Tanpa memamerkan dan menjelaskan bahwa dirinya adalah LGBT... Make sense juga dengan demikian ia punya alasan bahwa bisa saja ada statement "gue bisa lebih sukses dari orang-orang yang suka ngehina gue" dari penolakan-penolakan masa lalu yang pernah dia dapatkan di lingkungannya :)

Aku sama sekali nggak benci Ragil, tapi aku kecewa akan sikapnya. Eventhough, he's still my friend... and finally semacam okay, Vid! It's his choice and you don't have to be angry... Doakan saja semoga ia dapat hidayah :)

Segitu dulu yaa.. pandanganku tentangnya yang sekarang lagi viral. Semoga semoga semoga ada keajaiban datang menyambutnya...

-vidahasan-

mungkin hanya ingin bilang bahwa
bullying itu bisa mengakibatkan mental health
mengakibatkan orang berambisi
lalu menjadi benci dengan apa yang disampaikan oleh orang lain
jadi kudu gimana? Harusnya merangkulnya dengan baik
Tanpa ada celaan atau hinaan padanya :)



Share:

9 May 2022

Hidup Seseru Itu...

Ternyata...

Hidup seseru itu... Segala tanya aku sampaikan sama Allah tentang hidupku. Dan Allah perlahan slalu kasih jawaban yang bikin terkejut, sedih, bahagia tapi begitulah caranya Ia untuk memberitahu hamba-Nya melalui apapun supaya hamba-Nya tak berlarut dalam pertanyaan-pertanyaan yang itu masih belum pasti pula jawabannya.

Kadang seringkali aku berasumsi, kapan ya Allah akan mengabulkan permintaan-permintaanku yang sudah lamaaa aku mau? Tapi, ternyata dengan mengandaikan demikian, berarti aku tak percaya dengan kuasa-Nya. Akhirnya buat kita jadi lebih banyaaaaak berpikir negatif? Tapi aku tetap bersyukur, di waktu yang tepat memang Allah slalu kasih jawaban yang menepiskan segala kegundah gulanaku slama ini. 

Pertanyaan itu pun juga seringkali sama seperti yang dipertanyakan orang lain di sekitarku. Sebuah kata kunci dengan pertanyaan "kapan" seringkali membuatku takut, takut tak percaya kuasa-Nya. Tapi lagi-lagi, aku kembali diingatkan "Liat... Allah aja ngabulin permintaanku kok sekalipun permintaanku cuman pengen makan kacang almond. Sesederhana itu aja permintaanku dikabulin sama Allah, apalagi permintaan yang menyangkut dengan menyempurnakan ibadah-Nya. Aku jamin Allah pasti kabulin di waktu yang tepat". 

Lagi dan lagi, perasaan itu nggak akan pernah bisa bohong kok. Meski sakit, tapi tenaaang Allah dulu, Allah lagi, Allah terus... "Nggak papa Vid, hidup itu emang seseru itu... Tiba-tiba jatuh cinta, tiba-tiba kecewa, tiba-tiba sedih, marah, lalu bahagia. Rasa itu ada sebuah proses hidup, kalau nggak punya rasa bagaimana bisa melewati proses hidup?" :)

Allah juga kok yang ngasih perasaan-perasaan demikian, tinggaaal bagaimana diri kitanya ini bisa mengontrol. Itulah namanya mindfulness... Jangan terlalu dalam perasaannya, bahaya.. bisa lupa akan segalanya. Makanya, saat kamu mempunyai perasaan penuh dengan  negatif jangan lupa terus dzikir, berdoa sama Allah supaya bisa lebih legowo... Nggak papa kamu marah, nggak papa kamu kecewa, nggak papa kamu sedih, tapi please cukup saat itu aja, karena esoknya kamu akan dapet perasaan yang lebih menenangkan dan membahagiakan.

Nah, pas kamu punya perasaan yang positif juga jangan lupa bersyukur, karena jika kamu bersyukur itu justru pertana kamu bahagia. Karna tak ada syukur yang membahagiakan :)

Jadi, tenang guys... Aku menulis demikian bukan berarti aku sudah selihai dan seahli itu untuk mengontrol emosi dari perasaan-perasaan yang ada. Balik lagi kan, hidup itu seseru itu... Aku yang munafik ini pun masih sangat seriiing nggak bisa kontrol perasaan. Makanya, terus belajar dan inget sama Maha Pencipta kita guys...

Kita saling mendoakan
Kita saling mengingatkan
Karena sebagai insannya di dunia
Slalu ada salah dari diri kita yang penuh dosa 

-vidahasan-

Jadi, sudah sejauh mana kamu mengenal-Nya?
Mengenal akan karuania-Nya
Keberkahan itu milik kita semua
Asal kamu bisa menjaga taqwa



Share:

7 March 2022

Empati dan Doa

Kamu tahu? Yang paling berat dari manusia-manusia single yang belum memiliki pasangan adalah komentar orang-orang. "Eh, si ini udah umur sekian tapi belom nikah-nikah. Kasian ya..", lalu di sisi lain, setelah si single itu menikah namun belum dikaruniai anak "Udah isi? Buruan jangan ditunda-tunda, mumpung masih muda. Nanti kalo sudah berumur susah.." Ucapannya mungkin menaruh rasa empati yang mendalam karena di umurnya yang sudah seharusnya berkeluarga dan mempunyai pasangan, ia tetap saja sendiri. Di sisi lain mungkin, ucapan yang ia sampaikan itu ada sebuah doa, namun ternyata itu bukan doa, hanya menjadi sebuah nyinyiran yang bikin si pendengar males dan berkomunikasi lagi dengannya.

Salah satu penyebab putusnya silaturahmi itu juga demikian, boleh menaruh rasa empati terhadap orang namun, jangan sampai terucap kata-kata yang menyakitkan. Ucapan terindah yang bisa kita lakukan adalah mendoakan secara diam. Ketika berjumpa, bertanyalah kabar dan kesibukan yang sedang dilakukannya, atau mungkin bercerita tentang kehidupan mendatang. Biarlah yang menjadi milik pribadi bukan selayaknya diumumkan. :)

Menikah...

Yap! Menikah itu juga bukan lomba yang harus dicepet-cepetin, yang diburu-buru siapa yang akan menikah duluan akan mendapatkan hadiah. No no no... konsepnya nggak demikian ferguso. Sejatinya menikah itu berproses, prosesnya di mulai dari menyelesaikan diri sendiri lalu ia mengajak partner untuk sehidup seiyanya sampai akhir hayat. Kalo menikah itu adalah lomba atau kompetisi, maka akan ada proses yang salah dalam menjalaninya. 

Menikah itu...

Butuh visi yang sama supaya bisa sama-sama belajar sampai jannah-Nya. Bukan sekedar ucap ijab qabul belaka lalu selesai, karena panjaaang sekali perjalanan pernikahan ini. Bagaimana menjadi support system satu sama lain, bayangin, ketika kita tinggal di rumah kontrakan atau kos saja yang berbeda-beda kepalanya belum tentu cocok semua kan? Bahkan, kita hanya tinggal beberapa tahun saja sama mereka atau sama keluarga yang since we were baby yang bareng-bareng terus sama mereka. Menikah itu long liiiifeeee yang kita hidup sama orang asing selain keluarga kita, terus tiba-tiba setiap waktu bareng sama kita. Perlu belajar banyak hal, terutama kontrol diri, karena kita itu akan meng-create new ecosystem not egosystem. 

Menikah itu...

"Buruan nikah... udah ada calonnya belom? Kasian ya, nggak laku-laku. Nanti jadi perawan tua loh..." Allah... Ada sih yang mungkin masih bilang demikian. Jodoh itu bukan perasa tua atau muda, bukan perkara ada atau tidak ada. Jodoh itu belum pasti di dunia, tapi sudah pasti di akhirat, makanya kejarnya yang udah pasti aja...

Kasus lain...

"Dia udah nikah sampai 10 tahun tapi belum dikaruniai anak. Mandul kali ya..." :)

Yaah senyumin aja deh ya. Kita coba ngelus dada sambil mendoakan ia baik-baik saja. Di zaman sekarang, coba berpikir positif, negatifnya diilangin dulu aja.. Daripada kenapa-kenapa mikirin hal-hal negatif terus-terusan kan? Nggak akan selesai-selesai. Jadinya energi kita ikutan negatif, bawaannya emosi terus, iri sama orang lain, dan lain-lain... 

Well, kita coba praktikin apa yang bisa kita lakuin dan bermanfaat buat yang lain dulu yuuk... Nanti, kalo udah saatnya ada meski kita belum baik sesuai dengan mau-Nya, kita tetap terus lakuin hal yang membuat pribadi kita jadi terus baik :)

-vidahasan-

Yang kita bentuk itu ecosystem keluarga supaya 'Bani'nya tetap terus hidup
Bukan Egosystemn yang nantinya akan pecah belah
Maka, menikahlah di waktu yang tepat bukan tepat waktu :)





Share: