12 February 2015

The Journey #6

Judul the journey 6 ini meneruskan kisah perjalanan saya pertama kalinya di Jerman. Mohon maaf, meskipun ini sudah sangat lama sekali tapi saya akan berusaha merangkumnya. Karna perjalanan menakjubkan ini tidak ingin saya abaikan begitu saja, karna saya juga ingin berbagi. Sudah lama sekali rasanya saya tidak menuliskan perjalanan ini di blog. Iya maklum, karna keterbatasan waktu, hingga pada akhirnya saya pun hampir lupa bagaimana menulis.

21. August 2013, Nienburg

Akhirnya setelah perjalanan kurang lebih 20 jam lamanya, tibalah kaki ini menginjakkan negeri bernama Jerman. Betapa gugupnya karna pertama kalinya dengan modal yang begitu nekat, dan tekad yang kuat, akhirnya saya pun sampai pada negeri impian ini. Iya, saya turun di bandara Hannover, karna kota Hannover, kota terdekat dimana saya akan tinggal, Nienburg.

Saya turun dari pesawat mengikuti penumpang yang lainnya, "oh yeah akhirnya" wajah saya masih menunjukkan sikap terkagum-kagum sambil tak percaya, bahwa saya berada di negeri Eropa ini. Masih merasa harus membuka mata, mengucek-ngucek kembali mata, karna masih saja saya belum sadar, benarkah saya di Jerman? Benarkah ini Jerman? Saya tersadar, ketika pengecekan paspor dan visa saya oleh petugas, dan mereka berbicara berbahasa Jerman "o yeah... This is Germany. I'm not wrong!" Entah kenapa tampang saya saat itu menjadi pusat perhatian, polos, lugu, dan hanya melongo saja. Mungkin petugas cuman bisa melihat keanehan diri saya ini. "Iya maklum saja Pak, saya juga kan pertama kalinya ke luar negeri, pertama kalinya nge Jerman ria".

Setelah data saya dicek, saya pun boleh memasuki pintu keluar bandara, dan mengambil koper bawaan saya. Saya cukup mencari-cari Gastmutter saya saat itu, karna saat itu beliaulah yang menjemput saya. Wanita separuh baya ini memandangi saya, dan memanggil nama saya "Vida?", saya pun langsung tersenyum sambil memeluknya. "Ja, ich bin Vida (iya, saya Vida)". Percakapan ringan antara saya dan beliau pun dimulai "Geht's dir gur? Und wie warst dein Flug? Hat alles geklappt?" (Gimana kabarnya? Penerbangannya aman-aman saja kan?), tanyanya. "Ja, ja. Alles geklappt. Aber ich hatte bisschen Angst, weil das mein erster Flug war. Ich bin noch nie mit dem Flugzeug geflogen, wenn ich Urlaub hatte". (iya baik. Tapi saya sedikit takut, karena ini penerbangan saya yang pertama kalinya. Saya belum pernah sama sekali bepergian dengan menggunakan pesawat terbang). Beliau pun tersenyum.

Di perjalanan menuju rumahnya, saya pun merasa krik krik. Entah apalagi yang ingin saya tanyakan padanya. Maklum saja, hal demikian kemungkinan memang sering terjadi. Pertama kali berjumpa, saat itu hanya saling balas membalas email, lalu beberapa kali skype, dan itu pun tak pernah melihat secara langsung wajah mereka. Hanya melalui foto dan suara masing-masing. Tapi tetep, kalau nggak basa basi bukan vida sih namanya, haha.. Harus ada basa basi, biar nggak krik krik. Akhirnya saya beranikan diri membuka percakapan, bertanya-tanya seputar Jerman, keluarga, bahkan peraturan yang ada di Jerman.

Keluarga asuh saya ini termasuk orang Turki, bukan Jerman asli. Gastmutter saya lahir dan besar di Jerman, makanya bahasa Jermannya bagus. Katanya kalo saya butuh bantuan, beliau pun siap membantu saya kalau ada kesusahan terutama dalam berbahasa Jerman.

Tak beberapa lama kemudian, tibalah saya di kota Nienburg. Tapi sebelumnya, Gastmutter saya ingin membeli sesuatu, alhasil mampirlah kami di toko semacam pernak-pernik gitu. Awalnya beliau menawarkan ke saya, saya mau ikut atau nggak ke toko? Lalu, saya jawab iya saya ikut, nggak papa sekalian langsung. Supaya si Gastmutter saya tak perlu bolak balik. Toh katanya juga, di rumah nggak ada siapa-siapa. Suaminya masih kerja, belum pulang, sedangkan anak-anaknya masih di sekolah, dan masih dijemput Novita, meskipun sebentar lagi mereka pulang. 

Saya hanya cukup takjub, melongo, masih memasang tampang ndeso. "Oh, tokonya kaya gini. Bagus, lucu, pun pernak pernik yang dijualnya juga lucu-lucu". Saya masih dibuat terkagum-kagum meskipun hanya toko kecil pernak pernik, mungkin kalau di Indonesia semacam toko merah (kalau di Jogja), toko tip top (kalau di Pemalang), atau semacam toko yang menjual kertas lucu-lucu, dan bahan untuk menggambar, mewarnai, bikin prakarya, semacam itu. Ini tokonya rapi, nggak njelimet jadi pas masuk disuguhnya itu langsung seperti menjadi pusat perhatian, dan banyak barang yang lucu.

Hanya dengan waktu sekejap, si Ibu pun selesai membeli barang yang ingin dibelinya. Kami pun langsung kembali tancap gas pulang ke rumah. Beliau sempet bilang, kalau beliausaya bingung ingin ngasih makan apa ke saya, mau masak apa. Takut-takut kalau dianya masak masakan Turki saya nggak doyan, secara baru pertama kalinya datang, terus disuguhinlah makanan asing yang belum pernah saya makan sama sekali. Tapi saya bilang "ist egal, kein Problem. Ich kann ja auch das Essen essen". (Terserah, nggak masalah. Saya juga bisa makan makanannya kok). 

Sampailah saya di rumah (baru) yang akan saya tinggali ini selama setahun. Rumahnya kecil, tak begitu rapi, agak berantakan, tapi lumayan buat ditinggali. Sejujurnya saya cukup kaget dengan kondisi rumahnya. Karna saya pikir, meskipun orang Turki, tapi mereka tetep mempertahankan kerapian, kebersihan dan lain-lain. Rupanya, ini beda. Justru saya merasa, lebih rapih dan bersih rumah bapak ibu di rumah, di Indonesia. Dan saat itu yang saya pikirkan adalah "ah tidak apa. Setahun ini". 

Saya pun diantar menuju kamar saya, dan keliling rumah. Dimana dapur, mesin cuci, kamar anak-anak, ruang utama. Kalau rumah orang di Eropa, standarnya yang penting ada Keller (gudang bawah tanah) yang berguna untuk tempat mencuci pakaian, atau penyimpanan makanan, atau barang-barang untuk kebun, terus di belakang wajib ada kebun meskipun itu kecil.

Yang saya bayangkan adalah, harusnya sih teratur. Oke, balik lagi setelah berkeliling rumah, saatnya beramah tamah, anak-anak sudah pulang ke rumah, namun mereka masih sedikit terkejut melihat kehadiran saya, well masih saya maklumin karna saya masih sangat baru, bahkan baru datang. Namanya juga anak-anak, jadi masih agak suka cari perhatian ke sana kemari, nggak jelas, masih aneh dengan kehadiran saya. Setelah anak-anak datang, datanglah si Gastvater saya. Dia ramah, meskipun dari mimik muka agak menyeramkan buat saya hihihi 😁😁😁 mungkin karna banyak jenggotnya, dan persis seperti orang Arab asli yang item dan banyak jenggotnya 😁😁😁 tapi rupanya baik dan perhatian.

So, saya pun disajikan makanan Turki. Si Ibu memasak, kentang rebus, saus tomat dan daging kambing (iga). Enak. Kenyang. 😛😛😛

Setelah itu saya bebersih diri, dan beristirahat sebentar, ketika malamnya pun kami makan malam bersama, mengobrol agar mempeerat diri, biar seperti keluarga. 

Rasanya menyenangkan, karena bisa beramah tamah dan berkenalan dengan keluarga asing yang baru saja beberapa bulan saya kenal. Sudah merasa seperti keluarga.

But, the journey is not ending. My journey it's beginning. Hello world! 😊😊😊


Mannheim, 12. Februar 2015
-Vida Hasan-
Share:

0 comments: