11 October 2014

Tentang Dia

Aku bingung kenapa tetiba memasang judul seperti itu. Sudah lama padahal, tak ada cerita seseorang di dalam blog saya ini. Tapi entahlah, mungkin karna aku hanya ingin menceritakan tentangnya, karna beberapa hari ini bertingkah aneh.

Iya, dia dulu teman satu kelas di sekolah menengah atas. Kami pun berpisah, dia melanjutkan pendidikan di perantauan lain, dan aku pun begitu. Lambat laun, yang awalnya aku pun cepet sekali menyukai seseorang, akhirnya ya udah, hilang. Eh tapi entah kenapa, perasaan itu selalu muncul, perasaan itu selalu menjadi pertanyaan dan pertentangan batik sendiri. Aku, ketika menyukai seseorang, akan benar-benar menyukainya, dan akan lama ketika aku harus melupakannya lagi.

Iya, kami pun berada di tempat antah berantah yang berbeda. Dia di sana, dan aku di sini. Seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa dengan kehidupan perkuliahan, dia pun begitu ku rasa. Memiliki banyak teman, sibuk dengan kegiatan, organisasi, belajar dan lain-lain. Komunikasi? Iya tetap saja, kami menjalani komunikasi selayaknya teman biasa, tak ada yang spesial. Aku hanya bertanya kabar, melalu pesan singkat, telfon pun sudah sangat jarang sekali. 

Na ja, rupa-rupanya dia sudah mempunyai pacar. Iya, beberapa kali, saat masih duduk di bangku menengah atas, dia sempat memiliki hubungan dengan beberapa teman satu kelas. Padaku? Ah aku hanya pelengkap saja, sebagai teman cerita, pendengar, dan lain-lain. Entah kenapa beberapa teman satu kelas, yang laki-laki slalu saja datang padaku, dan ujungnya ingin menceritakan kisah cinta mereka. Buatku tak masalah, hanya saja, dengannya agak sedikit sakit rasanya.

Mendengar gerutunya, ocehannya, keluhannya, itu sedikit membuatku berbisik pada hati nurani kecil "let's make our relationship, then I promise, I'll make you happy everytime" ah kaya sinetron aja gitu ya hehe... Tapi seriusan, entah kenapa hubungan yang hanya sebatas persahabatan ini malah justru berbeda. Bercandaannya kami, percakapannya kami, pertemuan kami, itu semua berbeda. Bagiku, bukan baginya.

Keluhannya itu, yang slalu membuatku berbisik kembali "ah apaan sih, kenapa kau harus menceritakan kisahmu padaku? Tahukah? Aku sakit. Aku bingung harus menasihati apa." Ketika datang wanita baru, dan kau bilang "itu targetku, itu gebetanku! Gimana pendapatmu?" Begitulah pertanyaan yang slalu mau ajukan padaku. Ingin membuatku cemburu? Atau kenapa? Kenapa harus slalu bertanya denganku, tentang wanita pilihanmu? Yang menjalani hubungan itu kamu, bukan aku. Lalu, kenapa aku dibolehkan untuk ikut campur dalam hubunganmu?

Aku tahu, saat ini kamu masih single, jomblo, setelah putus dari pacar lamamu. Terus kamu, cerita kalau kamu belum bisa lupa sama mantan pacarmu. Fine, I'll make you something different! Tapi rupanya, justru berbeda. Kamu justru mengiri beberapa foto gebetanmu yang baru, lalu meminta saran padaku, meminta pendapatku bagaimana mereka. Itu apa? Apa itu? Aku hanya bisa menjawab, "then, take it easy. You can get it, what will you do! That's up to you, that's your choice, not me. Why should I?" Hanya pertanyaan itu yang muncul. Tahu rasanya? Entah kenapa, aku berusaha menghilangkan perasaan ini, tapi seperti, dia berharga buatku. Kenapa beda? Kenapa sedih? "I'm here for you, waiting for you..." Tapi sekali pun dia, tak pernah memandangku. "That's right!" 

Aku berfikir, ah hanya pendekatan saja, belum resmi, karna aku pun masih ada kesempatan itu. Tapi, dengan keadaanku sekarang berada sangat jauh darinya, lalu bagaimana proses itu akan berlangsung? Setelah lulus kuliah, setelah wisuda, kami pun selalu masih sama saja. Hubungan persahabatan, dan pada akhirnya aku memutusan untuk hidup lepas dari keluargaku, untuk hidup berpetualang di negeri yang aku impikan. Iya, aku sekarang berada di belahan bumi yang lain, terpisah oleh beberapa waktu dan benua. Oh God, I don't know, I miss him! Lama sekali aku tak berjumpa dengannya. Keberangkatanku ke Jerman seperti mendadak, tanpa berpamitan dengannya, tanpa bertemu dengannya. Iya karna, dia sudah sibuk dengan dunianya sendiri. Mana mungkin, aku berani mengganggu hidupnya? Sedangkan aku hanya sebatas sahabat dengannya.

Iya, pergi begitu saja tanpa pemberitahuan yang benar-benar jelas. Tahu-tahu, aku pun tiba di Jerman, update foto di facebook, dan tahulah semua mereka, yang tidak tahu keberadaanku. Termasuk dirinya mungkin. Seakan shock, karna tak mengucapkan sepatah dua patah kata, "good bye, take care, etc!"
Aku nggak mau berucap seperti itu, karna aku tahu, aku akan sedih. Oh bukan sedih, tapi karna aku tahu kamu juga akan sendirian, dan tak ada lagi kawan yang dapat diajak mencurahkan isi hatimu, karna itu yang kamu butuhkan sampai saat ini.

Setelah jauh, tak ada kabar, tak ada komunikasi. Lalu tiba-tiba beberapa bulan ini, kamu mengganggu hidupku kembali. Via what's up, via bbm, lebih sering via bbm. Entah kenapa, komunikasi itu berjalan dan mengalir apa adanya. Rasanya nyaman, meskipun kita nggak pernah menggunakan kata-kata mesra, terutama kamu. Sudah seperti, ah sudah biasa. Tak ada kata romantis, karna yang terpenting adalah hati. Mungkin hatiku, bukan hatimu. Hehe

Apa? Kamu ingin ke Jerman? Travelling? Apa itu hanya sebuah modus? Atau memang impianmu? Ada rasa "GR" di diriku ini. Kenapa tetiba kamu pengen ke sini? Beberapa kali, kamu memasang status bbm dengan menggunakan bahasa jerman. Kenapa? Supaya aku respon? Apa bener kamu emang benar-benar tertarik? Bukan karna aku di sini? Itu pertanyaan yang slalu muncul, dan entah kenapa aku mulai merasa "GR" kembali. Ah mungkin memang maunya dia seperti itu, mana tahu aku hatinya, mana tahu aku pikirannya. 

Entahlah, perasaan ini, perasaan yang slalu ingin aku buang, tetiba muncul kembali. Tapi, kalau benar memang karna aku ada di sini, aku senang, meskipun sepertinya itu nggak mungkin terjadi.

Aku? Nyatain perasaan? Ah tidak, karna aku perlu meyakinkan diriku, untuk benar-benar tahu apakah aku benar menyukainya atau nggak. Untuk mengutarakannya pun, perlu keberanian, dan itu jujur membuatku trauma akan kejadian masa lampau. We'll see it later. I don't know, what's will happenning in the future. But. I hope, that you'll be mine, and you know, how much, I like you more than ;)


Mannheim, 11.10.2014
Share:

8 October 2014

Welcome the real life...

Sudah satu setengah bulan, hidup menggelandang sendiri. Tanpa hidup menumpang-numpang dengan keluarga asing di negeri orang. Setahun yang lalu, saya masih hidup menumpang di rumah orang, yang ya baru saya kenal dari tahun lalu. Tiba-tiba masuk dengan berlatar belakang yang sangat berbeda jauh dari kehidupan saya, ketika saya di Indonesia. Banyak hal, yang awalnya saya tidak tahu dan akhirnya pun menjadi tahu di sini. 

Rasanya hidup jadi aupair (begitulah sebutan buat mereka para muda-mudi yang di sini seperti baby sister buat keluarga asing)? Kehidupan aupair? 

Kalau saya boleh menjawab, haruskah saya menjawab jujur atau tidak jujur? Ya karena memang begitu adanya. Ada kurang dan juga ada lebihnya. Apa kurang lebihnya? Bagi saya adalah MENTAL.

Hidup bersama dengan mereka, satu atap, makan bersama adalah hal yang baru sekali bagi saya. Dengan kondisi apalagi baru saja dikenalnya. Masih belum tahu bagaimana karkater mereka, budaya mereka, dan lain sebagainya. Maka dari itulah saya harus belajar memahami mereka. Namun, pada akhirnya di kehidupan nyata, sayalah yang harus belajar memahami mereka, bukan mereka belajar memahami saya. Sedih. Tentu saja, seperti diskriminasi, bahwa budaya saya itu sangatlah tidak wajar. Memang benar, dimana bumi dipijak, disitulah langit bakal dijunjung tinggi. Bagaimanapun, saya masih punya adat sopan santun yang harus tetap saya pegang, bukan justru saya harus ikut dengan budaya mereka yang bagi saya tidak wajar.

Ah, kembali lagi mengenai aupair. Aupair itu...
Mengasyikan,
Seru,
Luar biasa,
Capek,
Menantang,
Suka,
Duka,
Cita,
Stress,
Bahkan mungkin semua rasa itu akan ada di dalam dunia aupair. Iya itu bagi saya, secara pribadi memang seperti itu. Semua rasa itu ada.

Tetapi, yang paling membahagiakan diri saya saat ini adalah, karna saya sudah lulus dengan ilmu yang bernama aupair :) kenapa bahagia?

Iya, karna saya hidup sendiri, tanpa ada keluarga yang (juga) ikut campur urusan saya. Saya belajar untuk hidup, berjuang untuk hidup, dan berani untuk hidup. Itu adalah pilihan. Saya pun belajar bertanggung jawab untuk hidup saya sekarang ini.

Hidup sendiri, saat ini, begitu menyenangkan, bukan berarti tidak peduli dengan orang lain. Namun, di situlah belajar bagaimana untuk bisa peduli dengan diri sendiri dan bahkan orang lain. 

Hidup menumpang itu nggak enak, nggak nyaman, meskipun hidup menumpang tetap menjadi sebuah zona yang nyaman, karna apa-apa sudah ada, contohnya seperti bahan makanan, peralatan memasak, peralatan mandi, dan lain-lain. Semua sudah tersedia, dan tinggal mempergunakannya. Namun, kembali lagi, jujur saya katakan, hidup menumpang itu tidak nyaman :) percaya deh :)

Terus saya sekarang ngapain setelah aupair?

Saya kerja sosial sebagai perawat di rumah orang-orang berkebutuhan khusus di Jerman. Saya harus bangga, saya pun senang, karna dengan begitu hidup saya juga akan menjadi senang. Ini kerja mulia, karena bisa membantu orang-orang seperti mereka. Saya pun jadi paham dengan kehidupan mereka, meskipun belum 100 persen paham. Maka dari itulah saya belajar, dan dari merekalah saya jadi belajar dan memahami arti hidup.

Mereka, meskipun demikian, selalu berusaha untuk melakukan sesuatu sendiri. Bahkan mereka pun tidak pernah mengeluh dengan kekurangan mereka seperti itu. Saya malu pada diri saya. Tuhan menciptakan saya tubuh sempurna, kaki, tangan, mulut, telinga, mata, tak ada yang kurang satu pun, dan saya masih slalu mengeluh? Iya saya malu, sedangkan mereka yang 'bukan' seperti saya bisa hidup dengan nyaman dan senang. Itulah luar biasanya mereka.

Manusia itu, mengeluh ya wajar dong? Pasti akan ada pertanyaan macam itu.
Iya, wajar, wajar sekali. Tapi cobalah untuk tidak mengeluh dengan hidup, saya pun juga masih suka mengeluh, jadi masih harus juga memperbaiki diri.

Bekerja dengan mereka saat ini adalah hal yang menyenangkan bagi diri saya. Entah kenapa, ada rasa banyak sekali bersyukur. Alhamdulillah, mereka pun benar-benar memahami dengan kondisi saya yang menggunakan jilbab, jadi tidak ada halangan di pekerjaan saya. Saya senang.

Jika ditanya, setelah ini mau apa?
Itulah yang sedang saya cari saat ini. Masih belum bisa menentukan. Ingin kembali ke negeri lahir, tetapi masih belum jelas pun ingin melakukan apa di sana. Semoga ada hal yang baik yang bisa saya kembangkan di sana.

Banyak hal, selama satu tahun lebih di Jerman yang benar-benar dapat saya petik. MasyaAllah, inilah kuasaNya, Alhamdulillah, Tuhan memberi kesempatan kepada saya, untuk benar-benar membuka mata tentang dunia. Dia mengajariku secara tidak langsung bagaimana dunia, bagaimana agar bisa lebih dekat lagi denganNya. 

Negeri minoritas muslim, negeri yang banyak berfikir tentang rasional, yang selalu perlu bukti nyata. Paham kenapa saya sebut negeri yang selalu perlu bukti nyata? Karna mereka nggak akan percaya begitu saja dengan teori yang mereka baca di dalan buku, tapi mereka ingin bukti dari teori itu, sebagai bukti bahwa teori itu ada.


Mannheim, 7.10
Share:

30 August 2014

Iseng-iseng

GrĂ¼sse!

Ini tulisan saya tulis di kereta. Saya sedang melakukan perjalanan ceritanya, karna sudah sekian lama tidak mendapatkan hari libur. 11 bulan bok, menahan diri dari kegundah gulanaan biar bisa dapet libur. Tapi susahnya udah kaya pintu gua yang kejepit sama batu gedeeeeee banget hehe *ih lebay mah* cuma emang seriusan. Sebenernya aupair itu gampang sih, gampang banget, cuma karna mungkin hidupnya numpang sama keluarga asing, berasanya jadi beda aja. Jadi mesti kurang ngerasa nggak enakan gitu. Na ja, so so. Begitulah... Namanya juga hidup numpang hehehe

Jadi, begini. Saya cuma ingin cerita gitu yah, karna mumpung sayanya sedang berada di kereta. Daripada menganggur nggak jelas, melihat kanan kiri pun diem banget, hening, tak ada suasana apapun. Sebelah kiri saya sih jendela, sebelah kanan saya dong, penumpang yang lain, depan belakang juga dong pastinya. Nah, yang bikin saya keki, yang bikin saya bosan karna tetiba saya milih nulis aja karna aktivitas para penumpang di kereta dong. Saya bukan ingin membanding-bandingkan. Tapi emang gitu sih faktanya, realitanya dong yaa hehe

Jadi nih, sekitar 1 jaman gitu saya lirak lirik ke kanan, depan belakang, penumpang semuanya diam, nggak ada yang ngobrol keras-keras gitu. Nggak ada yang ngobrol balap-balapan, dan mereka melakukan aktivitas mereka sendiri, membaca, menyelesaikan urusan kantor, ngisi teka-teki dong :D kalo saya bandingin sama negeri saya di Indonesia mah emang jujur beda jauhnya sekali. Kalo beberapa kali saya liat mah ya, di kereta mereka justru lebih asik cuap-cuap bla bla, daripada baca-baca buku dan main teka-teki silang gitu. Dan yang paling sering adalah mereka melakukan aktivitas diam (read: tidur) :D

Memang, hobi rata-rata mereka adalah membaca buku. So, jangan heran kalo misal ketemu oma-oma atau opa-opa justru banyak yang melakukan travelling atau bahkan ikut travelling meskipun mereka sudah berumur. Meskipun demikian, otak mereka masih jalan, masih inget semuanya, makanya mereka sehat terus dan fit. Mereka justru lebih banyak tau tentang ilmu, daripada yang muda-muda. Malu sih sebenernya kalo tau oma-oma dan opa-opa di Eropa justru lebih rajin membaca. Eits jangan salah dong ya,  mereka masih mampu loh belanja kebutuhan mereka sendiri di supermarket gitu. Pokoknya cukup keren mah kalo bagi saya mereka ini. Mereka kaya nggak mau gitu yah, ngerepotin orang lain, pengecualian mungkin yah di panti jompo gitu. Tapi di panti jompo pun nggak semuanya bergantung sama orang lain kok. Jadi santai aja gitu..

Nah kalo saya liat di Indonesia emang udah beda lagi. Oma opa di Indonesia juga nggak kalah keren sih. Tapi mungkin dalam tenaga fisik bukan tenaga dalam, makanya terkadang mereka cepet loyo juga karna beberapa pun mereka harus berjualan di pasar-pasar untuk mengais rezeki mereka. Jujur nggak kalah keren. Tapi buat lingkup pengetahuan emang kalah saing sama oma opa yang ada di Eropa. Iyalah, diliat secara hobi pun kan uda beda banget. Makanya kan jelas beda, budaya aja juga beda, jadi memang gitu. Meskipun demikian, oma opa di Indo nggak kalah keren kok. Mereka pun luar biasa, karna beberapa pun juga masih mau berusaha menghidupi kehidupannya sendiri dengan berjualan di pasar-pasar tradisional gitu.

Intinya mah ya, ilmu itu bener-bener memang nggak diliat dari umur. Kapanpun bisa belajar, meskipun sudah berumur pun, oma opa di Eropa tetap loh belajar, bekerja, pun yang sudah pensiunan gitu, memanfaatkan waktu luang dengan bercocok tanam atau bahkan berkebun. Makanya deh, mereka sehat-sehat terus gitu. Jadi, tak perlu heran kalo ketemu di jalan sama oma opa dari negeri barat masih fit meskipun sudah berumur, karna begitulah rahasia mereka. Yuk (mungkin) budayakan membaca itu memang sangat penting, bahkan wajib. Sayang yah, anak-anak sekarang nggak nerapin budayakan membaca, tapi budayakan mendengar, menyimak :D terus akhirnya kudu nurut deh "iya, nggih, iya, nggih"

Jangan sampai gitu, karna ketrampilan harus seimbang tapi tetep perbanyaklah dengan membaca. Sudah jelas kan, buku itu jendela dunia, melalui buku kita bisa tahu tentang semuanya, ilmu pengetahuan, politik, sosial, budaya, dan lain-lain. Eits, jangan tanya saya, saya suka baca apa nggak. Saya sih sebenernya suka baca, sebenernya loh. Cuma saya bacanya via internet gitu bukan buku -____- buku mah mahal, tapi saya tetep diusahain pengen beli buku. Jadi saya sedang menyicil biar bisa suka baca buku. Yuk mariiii belajar buat budayakan membaca. Asiik kok hehe :D

Viele GrĂ¼ĂŸe,
Vida Hasan
Share:

21 August 2014

Setahun yang lalu...

Hallo Liebe Leute,

Ah yaaa... Ini saya sengaja nulis di tanggal keramat hahah.. Tanggal 20 agustus 2014. Bagi saya sih memang tanggal keramat. Ada kenangan sendiri di tanggal ini hehe.

Iya, tepat satu tahun yang lalu 20 Agustus 2013. Sudah satu tahun rupanya saya meninggalkan tanah air. Sudah satu tahun rupanya saya melakukan penelitian di negeri asing, sudah setahun pula rupanya saya menjadi aupair. Sekarang saya (mungkin) sudah lulus aupair kalau aupair itu ada ijasah/ sertifikatnya haha.. Tapi sayangnya, aupair itu (mungkin) nggak ada sertifikatnya. Eh doch, ada sertifikatnya, cuma sertifikat kursus bahasa, bagi aupair yang ikutan kursus bahasa/ sekolah bahasa/ ujian tingkat bahasa. Bagi yang nggak, ya mungkin sudah nasib atau bisa jadi sudah jadi pilihan hidupnya untuk tidak ke sekolah bahasan, atau tidak ikutan ujian level bahasa. Mudah saja begitu... Huehehhehe

Pertanyaan, bagaimana dengan saya? Setahun ini? Gimana rasanya jadi aupair? Dapet sertifikat nggak? Wah... Jangankan sertifikat, saya justru dapet piagam juga kok :v yah saya di sini sekedar cerita apa adanya dan bukan ada apanya. Memang begitu, apa adanya loh ya. Hehe saya dapet sertifikat. Seriusan!!! Saya dapet sertifikat hidup loh. Sertifikat hidup yang bener-bener buat dijadikan pengalaman pribadi bagi saya. Suka dukanya mah banyak, namanya juga hidup sendiri di negeri orang. Ada banyak orang Indonesia kok di negeri ini. Justru udah kaya sodara emang. Tapi saya apa-apanya mah sukanya ngrepotinnya sama satu orang. Maklum aja gitu, mbaknya tinggal satu kota sama saya. Nggak jauh-jauh amat pula. Padahal si amatnya jauh gitu. Kasian ya. Ini apadeh ceritanya -,-

Iya jadi ada satu orang wanita (karir) meskipun beliau itu masih mahasiswi, di Univ ternama di Frankfurt. Ceileee... Beliau itu gadis primadona loh :)) gadis primadona se Frankfurt. Hampir semua orang Frankfurt kenal sama beliau. Artis loh beliau itu :)) iya beliau itu motivator saya, bahkan udah jadi guru, kakak, sahabat, pokoknya semuanya mah selama saya ada di Frankfurt ini. Mau disebutin namanya? Ah jangan deh, nanti beliau ge er gitu hihihi mbak ramby kan emang gitu. Ups, yah keceplosan sebut namanya hehe... Danke ya mbak Ramby, udah sering ngomel-ngomelin sayanya, selama 11 bulan saya di Frankfurt ini. Ich liebe dich deh pokoknyaaaaa :*

Oh ya, sebulan pertama sampe sebenernya saya tinggal di Jerman bagian utara. Terus saya pindah gitu ke Frankfurt. Eits, tapi jangan salah. Sebulan pertama juga ada beberapa orang yang bantuin saya dan ada yang slalu jadi motivator saya. Wah dankeee bangeeet kakak ini, emang baik hati sekali. Bahkan hari ini pun tepat tanggal 20 agustus, tepat satu tahunnya saya meninggalkan tanah air, beliau ulang tahun. Zum Geburstag ya kakak... Alles guteee... :*

Saya tidak bisa banyak bercakap tentang suka duka di negeri orang ini. Tapi ada 2 sohib saya, yang juga bantuin saya dari sebelum berangkat bahkan sampai saya tinggal di sini. Milkha, Rangga... Dankeee buat slalu dengerin curhatan saya hahaha... Coba kita bertiga bisa jumpa bareng gitu di sini smuanya :( impian itu malah nggak kecapai. Malah si Milkhii pulang lagi! Alhasil nih kayaknya bakal jumpanya cuma sama Rangga deh ntar. :(

Nah yang jelas, cerita suka duka aupair kan emang banyak nih. Namanya juga numpang di keluarga asing. Sudah beda budaya, bahasa, agama, bahkan aturan pun beda. Mau nggak mau memang harus dilakonim terlebih dahulu. Orang sukses bukannya akan diawali dari sebuah perjalanan yang (mungkin) terasa berat. Iya kan? Mau tau cerita aupair sesungguhnya. Haruskah ditulis di buku? Eeaaa... Yah sapa tau ada yang sudah mencoba menulis tentang aupair itu. Suka duka aupair dari setiap masing-masing aupair. Beda keluarga beda didikan dan beda peraturan. ;)

Huaaa harusnya nih, kalau saya (mungkin) juga nggak diperpanjang, hari ini saya pulang ke tanah air loh. Tapi alhasil, sayanya perpanjang lagi sampai tahun depan insyaAllah. Tempat baru, teman baru, dan suasana baru. Semoga berkah. Aamiin. Yang penting yang di rumah sehat-sehat terus. Pak, Ma, Gink, Za. Sehat sehat sehat! Aamiin ;) jauh dari kalian, satu tahun nggak pulang itu rasanya masih belum percaya. Nggak nyangka aja. Ternyata bisa melewati setahun juga. Hehe

GrĂ¼ĂŸe aus Frankfurt, 20.08.2014

Vida Hasan


Share:

14 August 2014

Lalu?

Saya beri judul ini lalu. Karna jujur saya pun bingung ingin menceritakan hal semacam apa. Lalu, pada akhirnya saya hanya ingin bercerita mengalir apa adanya sesuai yang ada di pikiran saya saat ini. Lalu bagaimana ini terjadi? Iya, mengalir dengan lincahnya. Jari jemari ini berusaha mengisahkan beribu deretan huruf. Iya, begitulah mungkin selayaknya hidup. Mengalir, mengalir dan terus mengalir hingga pada akhirnya pun kita diharuskan kembali kepada rumah singgah terakhir.

Hidup. Diawali dari kita lahir, seorang ibu yang berusaha dan rela mengorbankan jiwa raga hanya untuk seorang anak bahkan 2 orang anak (kembar), supaya kelak anak-anak ini bisa menjadi penerusnya untuk bisa membangun karakter diri dan sukses. Iya itulah ibu. Saya amat sayang sama ibu, ayah juga.
Tulisan ini, lagi-lagi hanya mengalir apa adanya, karna memang saya tidak tahu apa yang saya bahas. Saya tidak tahu apa yang saya kisahkah. Hanya saja, mengalir lalu.

Sekarang ini saya hidup berada jauh dari kedua orang tua saya, saudara saya, dan kerabat saya. Jika saya bbm, whats up, fban, atau bermedsos yang lain, slalu akan ada pertanyaa, kapan pulang? Kok nggak pulang? Nggak kangen rumah? Bapak ibu? Itu pertanyaan yang sering saya dapatkan sejak saya di sini. Dan yang paling sering saya dengar adalah, kalo pulang jangan lupa oleh-olehnya ya? Iya itu sering saya denger. Hehe

Mungkin lebih baik di skip dulu aja yang masalah oleh-oleh. Nanti ada sesinya sendiri saya bahasa tentang masalah oleh-oleh hehe.. Also, saya sih kalo ditanya berbagai maca begitu sebenernya sedih juga. Kangen rumah, iya lah pasti. Siapa sih yang nggak bakal kangen rumah. Udah setahun nggak pulang-pulang, anak cewek sendiri pula. Di negeri orang pulan. Nah itu, justru saya sih cuma minta doanya aja. Biar dikasih sehat terus, biar misi saya di sini bisa terlaksana dengan baik. Pun di rumah, juga dikasih sehat terus, biar saya pulang tetep dengan keadaan utuh, tak kurang sedikit pun. Saya juga. Jadinya, sama-sama seneng. Bukan masalah betapa berharga oleh-oleh yang dibawa, tapi betapa berharga yang membawa oleh-oleh itu ada saya sendiri. Bukankah itu lebih baik? :)

Kata teman-teman saya, mbok kenapa nggak cari jodoh di Jerman sekalian. Bule gitu kan ganteng-ganteng. Memperbaiki keturunan. Nah looo... Orang sih punya misi masing-masing ketika mereka mau belajar di negeri asing. Yang mau cari bener-bener ilmu ya ada, cari jodoh juga ada, semuanya kembali lagi ke niat semula. Itu saja. Kalau saya mah, jujur suka yang lokalan saja, bukan berarti tak suka yang nggak lokal. Entah tiba-tiba pernyataan ini muncul di pikiran saya beberapa hari ini. Yang nggak lokal aja suka dan cinta sama yang lokal, masa yang lokal nggak? Nah lho.. Beda juga sih. Mungkin karna pola berpikir bisa jadi. Ngobrolnya asik, santun, nggak ribet, fleksibel lah istilahnya. Hehe *kok saya jadi ngomongin jodoh sih?*

Also, pengalaman yang membuat saya pilu dan kagum di sini adalah perjuangan mahasiswa-mahasiswa Indonesia di sini. Seriusan keren sih. Meskipun juga nggak semuanya. Kan masing-masing, gimana cara mereka harus bisa bertahan hidup di negeri orang ini. Heheh..

Nah ngawur lagi. Saya sih sebenernya mau cerita tentang jodoh gitu. Tapi kenapa larinya nggak karuan begini? Oh mungkin di topik yang selanjutnya iya bakal ditulis judul Jodoh. Nah kan... Tetiba nemu apa yang harus ditulis hehe.. Danke..


GrĂ¼ĂŸe aus Frankfurt, 13.08.14
Vida Hasan.

Share:

11 August 2014

LANGKAHMU LANGKAHKU LANGKAHNYA

Ini memang sekedar menceritakan beberapa anak manusia yang sedang hidup di luar daerahnya. Sendiri, menepi, dan mandiri. Oh, bukan bukan. Tapi melainkan kemandiriannya itu adalah keharusan karna tak ada keluarga kandung atau bahkan keluarga dari orang tua yang satu wilayah dengannya. Ini bukan hanya mengisahkan tentang pengalaman saya. Tapi juga beberapa teman saya yang lain, yang hidup di negeri eropa, negeri yang dulu pusatnya perang dunia kedua, negeri yang terkenal akan sejarah perangnya. Mungkin. Karna banyak di sini yang tak mau mengingat-ingat kejadian pahit di masa lampau. Mereka lebih memilih berfikir maju daripada harus berfikir mundur yang tak akan pernah selesai untuk diselesaikan.

Teman saya sudah ada yang hidup di Jerman ini, itulah tepat nama negara di Eropa yang sedang kami singgahi ini. Iya, teman saya ada yang sudah beberapa tahun hidup di Jerman, bahkan ada yang bertahun-tahun hidup di Jerman. Jika ditanya, kenapa kok nggak pulang Indonesia saja mas, mbak? Lalu, rata-rata pasti akan menjawab, buat apa pulang? Kalo di Jerman lebih baik kenapa harus pulang. Indo? Nah loh, ini jawaban yang menurut saya agak melecehkan juga sih :D

Duh gimana ya saya memulai ceritanya. Saya juga bingung sendiri, karna ini hanya goresan semata wayang saya tentang hidup. Sekali lagi, tiap langkah manusia itu sudah berbeda-beda tentunya tergantung memang tujuan mereka arahnya ingin kemana. Ketika mereka ingin sekali berkuliah di luar negeri, di negeri yang kehidupannya lebih makmur dari negerinya sendiri, entah tujuannya hanya karna gengsi, atau memang benar-benar memiliki tujuan yang lain.

Beberapa ada yang ingin pulang ke kampung halaman, karna berfikir bahwa, mereka belajar di negeri barat untuk memperdalam ilmu, memahai ilmu dan membagikan ilmu itu setelah mereka selesai belajar. Ada juga beberapa yang tidak ingin pulang dikarenakan kehidupan di negeri barat lebih nyaman, tentram dan sentaosa :D iya memang tidak bisa dipungkiri juga. Memang begitulah adanya. Saya juga merasakan demikian. Tetapi kembali lagi ke tujuan awal masing-masing umat manusia. Bahkan pula ada yang tujuannya biar bisa dapet jodoh bule-bule rambut pirang :D iya gitu juga ada kok hihi

Tidak ada yang salah di sini. Tidak ada pula yang melarang, karna setiap anak manusia punya pilihan dan tanggung jawab masing-masing dengan pilihan hidupnya itu. Kalau saya ini, mesti slalu dibilang "sekalian cari jodoh di sana", "mbok nanti pulang-pulang bawa bule", "mbok nitip bule satu dibawa pulang" nah lo kate ini bule-bule kenang-kenangan atau gimana sih. Haha duh jadi mlenceng ngobrolnya ngalur ngidul. Topiknya apa, nulisnya apa -,-

Iya, kembali lagi jadinya dengan segala hal yang sudah dimiliki, dipelajari, dan dibagikan ilmu itu kepada orang lain justru lebih bermanfaat. Kalau bagi saya. Menurut saya, itu hal menyenangkan dengan berbagai pengalaman yang sudah didapat ini. Dan itu luar biasa. Setiap langkah kita ada doa buat kita sendiri. Insyaallah.

Also, buat diri kita ini bisa bermanfaat buat orang lain. Karna itu akan menjadi diri kita lebih berharga dari apapun, ketika diri kita ini bisa bermanfaat buat orang lain. ;)

Liebe GrĂ¼ĂŸe aus Frankfurt, 11.08.2014
Vida Hasan
Share:

6 August 2014

Welcome 24 years old!

Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah... Terima kasih ya Allah uda dapet umur baru 24 tahun. What? Saya sudah umur 24 tahun? Perasaan saya baru kemarin main bareng sama teman-teman SD, SMP, SMA dan teman kampus saya. Kenapa tiba-tiba udah umur 24 aja. Heheh rasanya cepet, rasanya masih nggak percaya. Soalnya memang bener-bener merasa kaya baru anak kemarin udah segini aja haha.

Malah bahkan teman-teman saya sudah pada menikah, sudah pada punya anak. Lha saya? Sama siapapun juga masih abstrak belom tau :D jodohnya masih disembunyiin sama Allah, insyaAllah kalo dikasih umur panjang pasti bakal dipertemukan dengan jodoh saya. Jadi bagi yang tanya sama saya kapan sebar undangan, harap bersabar. Sudah direncanakan, tetapi masih belum dipertemukan dengan lelaki sholeh yang bisa mengimami saya dengan baik. #eeaa :))

Eh rupa-rupanya di umur 23 saya pun sudah berani berpetualang melanglang buana sendiri hingga negeri yang jauh dari desa lahir saya. Gini-gini saya bangga sekali jadi anak desa, saya bukan anak kota yang punya gaya modern, yang fashionable, meskipun begitu saya masih punya mimpi untuk bisa mengembangkan diri, untuk bisa membentuk karakter dalam diri saya. Tahun lalu adalah tahun dimana saya sedang galau-galaunya antara pilihan ini, antara pilihan benar-benar pergi meninggalkan rumah dan orang-orang tercinta, atau tetap bertahan di sana dan tetap tinggal bersama mereka. Kedua pilihan antara pergi dan tinggal adalah pilihan cukup sulit. Karna saya tidak akan tahu akan ada kejadian apa ke depannya ketika saya pilih dari masing-masing pilihan ini.

Iya. Dan bertekadlah saya, memantapkan hati bahwa saya harus berani berkembang, bahwa saya harus berani meninggalkan rumah dan orang-orang tercinta saya. Berat. Buat saya dan buat keluarga besar saya. Bisa-bisanya seorang wanita pergi jauh dari rumah dan meninggalkan keluarga tercinta. Lalu, adalah salahnya? Ketika seorang wanita berusaha untuk menggapai ilmu yang lebih tinggi, mencari pengalaman yang lebih baik untuk ke depannya? Tidak ada yang salah kah? Tak ada yang salah dengan wanita. Yang salah adalah pandangan di setiap sudut mata orang-orang. :)

Keberanian ini saya tangguhkan. Seriously, that's so cool! Incredible! I'm really not believable. Finally, I'm fly, I'm fly to my dream :) yeah. Itulah, di ulang tahun ke 23 tahun (lalu), adalah kado yang paling spesial buat saya karna saya akhirnya bisa mengawali mimpi ini. Mimpi menuju negeri Jerman. Hallo Jerman. Negeri yang dari sekolah menengah atas ingin dikunjungi, karna diiming-imingi oleh guru bahasa Jerman saya. Tetap jadi motivasi saya, karna saya akhirnya pun masuk jurusan (pendidikan) bahasa Jerman. Saya kira, daripada saya harus berdiam diri seperti orang bodoh, di rumah, lebih baik saya putuskan untuk pergi mencari ilmu, mengembangkan ilmu. Ilmu itu banyak juga, ilmu kehidupan. Iya tentang ilmu kehidupan.

Setahun sebagai aupair rasanya... Nyes, belajar banyak banget tentang ilmu kehidupan. Ya Allah Gusti, alhamdulillah udah dibukakan mata saya untuk benar-benar melihat "dunia". Semoga nantinya pengalaman saya setahun ini bisa dijadiin bahan cerita buat anak cucu saya nanti :)) Arvida Rizzqie Hanita, umur 23 tahun, sarjana pendidikan bahasa jerman mengawali mimpi menjadi seorang aupair. Nggak ada salahnya kan buat dimulai dari nol dulu? Karna begitulah hidup, biar penuh dengan rasa, bahkan berjuta rasa nano nano :D

Nggak minta-minta uang sama bapak ibu di rumah rasanya bagai kembang api. Serasa aman dan bangga. Hehe bukannya sombong. Tapi memang begitulah adanya, rasanya seperti tidak menjadi beban buat mereka. Mereka kan sudah membiayai sekolah saya dari Taman kanak-kanak bahkan sampai lulus kuliah. Rasanya uangnya kebuang sia-sia kalo sayanya pun juga berdiam diri di rumah. Dan sekarang memang saatnya untuk berdikari, membangun diri demi mereka yang sudah merawat dan membiayai saya dari saya mulai belajar tentang pendidikan di lingkungan sekolah.

Tapi nanti, setelah saya punya suami, sepertinya memang lebih baik untuk menetap di rumah. Bukan berarti pengalaman ini nggak berharga atau nggak laku. Hidup itu kan balik lagi dengan pilihan. Sebagai seorang wanita ingin bekerja atau ingin di rumah saja. Di rumah seorang wanita juga bekerja, karna mereka bekerja mengurus rumah tangga (anak dan suami) mereka. Jadi jangan beranggapan bahwa "uda jauh-jauh datang dari luar negeri, kok ujungnya jadi ibu rumah tangga", na und? Balik lagi, karna masalah pilihan. Bahkan itu sudah menjadi nilai plus juga untuk bekerja sebagai ibu rumah tangga. :)

Eh, saya sih maunya juga ke Jerman lagi kalo suami saya besok dapet beasiswa S2 atau S3 gitu :p bisa bisa bisa deh ini. Hahaha (ntar deh pertemuannya, kalo udah dikasih lampu hijau sama Gusti) hehehh :p umur 25 nikah juga boleh kok wahahhahha taun depan :)) aamiin...

Di umur 24 tahun ini, semoga bisa mendapat pengalaman lebih berharga lagi. Lebih menakjubkan lagi. Paringana sehat kuwarasan ya Allah. Bapak lan Ibu, lan adek sehat-sehat juga nggih :*


Liebe GrĂ¼ĂŸe aus Frankfurt,
Vida Hasan
Share: