10 February 2021

2020 Wrap Up

Dear you,

(it is like a diary note but is not). So, may be people thought, it is late to write my wrap up year. But, I think, that there is no word 'late' to do something in this world, since we could doing that. 

So, here it is my wrap year in 2020.

Be calm, I write of course in Bahasa but also include some words in English. I just want to practice my english skill in writting.

Yap! Buat sebagian orang di tahun 2020 itu berat, buat ogut juga. Because of Pandemic, our plans destroyed, right? But one thing, that you have to learn, God is really good to us, ketika kita masih saja diberi keberkahan dan kenikmatan yang tidak pernah terkira oleh diri kita sendiri. Setiap tahun aku menuliskan catatan syukurku yang begitu banyaaaak sekali bisa jadi terlewatkan. Bahkan aku suka lupa bahwa kesyukuran itu tercipta karena diri kita sendiri.

Why? Kalau kita ngejalanin sesuatu hal dengan bahagia, rasa syukur itu pasti tercipta karena apa-apa yang kita lakukan tanpa adanya paksaan dan penuh dengan tekanan. Aku ingat bahwa, keikhlasan itu tak bisa dilihat, cuman kita dan Tuhan yang tau, tapi ketulusan itu bisa terlihat dari cara kita memperlakukan hal-hal yang selama ini kita kerjakan bukan hanya diri kita saja yang lihat, bahkan orang lain yang melihat ketulusan itu. Bahagia bukan?

Di tahun 2020 adalah tahun aku berdikari menjadi seorang fasilitator setelah sekian lama aku tidak menjamah ranah demikian. Memang belum sepenuhnya, karena terkendala pandemi, tapi satu yang pasti ada banyak pembelajaran yang aku peroleh bahkan yang belum pernah aku dapat sebelum-sebelumnya. Allah itu saking baiknya sama aku, bisa saja aku diminta untuk terus belajar dan belajar supaya ke depannya bisa menjadi person with well management.

So, in 2020 I moved to Brebes and work at a social institution, name Institut Harkat Negeri. Di bawah IHN sendiri ada Padepokan Kalisoga, jika IHN lingkupnya lebih mengarah ke penelitian dan analisis, berbeda dengan Padepokan yang lebih banyak masuk ke ranah implementasi kehidupan.. #haseekk bahasanya implementasi hihihi... Nah, banyak hal yang aku pelajari sejak aku hampir setahun kurang beberapa hari lagi bergabung di Padepokan Kalisoga ini. Dari mulai menjadi MC, bernyanyi, berpikir analis dan mengetahui seluk beluknya sesuatu secara teknis maupun non teknis.

I'm more confident than before.

6 bulan bergabung di Padepokan eehh dapat amanah luar biasa untuk menjadi tim transisi di salah satu kampus yang cukup punya nama di Kota Tegal. Dari menjadi tim grayak yang suka bagian grayakan sampai akhirnya dapat challenge buat jadi tim analis di kampus. Oh Mensch.... kaya udah jatuh ketiban tangga pula, berasa challenge banget dan sampai akhirnya lagi dapat amanah disuruh belajar bareng sama Bapak yang buatku beliau sangat keren pengalamannya.

Eh by the way, not only one Bapak yaa.. But I have so many Bapaks yang bisa ngajarin banyak hal dari mulai ngebentuk organisasi, nge-engage relawan, public speaking, risk management, human development, technician and others skills that I don't have any before.

I'm so grateful, that I meet with the right people and could give me many impacts and insights. Even I work for 24 hours and make me happy, it would be more enjoyable.

Thank you 2020 for the wonderful experience that you gave. And I think that I should more learn about for next steps. Welcome to the real jungle in 2021...


Dear past, thank you for the moments
Dear future, I'm ready for the next chapter
-anonym-



-vidahasan-
Share:

8 December 2020

Pendidikan Di Era Pandemi

Halo Teman-teman,

Tulisan ini seharusnya aku buat tepat di hari pendidikan nasional pada tanggal 2 Mei, sesuai dengan tema yang tentang hari Pendidikan Nasional. Hmm... Tapi, karena tulisa ini memang sudah sangat lamaaa sekali mengendap di draft blogku, jadi harus segera dieksekusi supaya nggak numpuk hutang menulisnya. Tulisan ini aku buat karena aku memiliki keresahan. Tentu saja keresahan yang aku rasakan rasanya menjadi pengajar online, meskipun sekarang aku sudah tidak lagi mengajar di lembaga formal. Aku salut pada mereka yang masih bertahan dengan kondisi yang saat ini bisa dibilang bukan kondisi yang seperti biasanya. Teman-teman guru merasakan sekali efek yang terjadi selama mengajar daring ini. Aku bisa merasakan hal tersebut, meski aku sudah tidak mengajar lagi sekarang ini.

Well, backgroundku memang pendidikan. Tapi, bukan berarti aku lepas dari pendidikan kok. Aku masih cukup fokus pada dunia pendidikan meskipun sekarang ini bukan masuk ke lembaga formal seperti sekolah. Saat ini, aku hanya menjadi seorang pelajar yang masih harus melihat sekeliling dan masih haus akan ilmu. Di bidang yang sekarang aku geluti ini, masih ada banyak hal terutama dalam bidang pendidikan yang harus aku pelajari. So guys, pendidikan itu tidak cukup hanya di sekolah, tapi bagaimana pendidikan itu harus juga bisa dilakukan di luar lingkungan sekolah, bagaimana semua orang ikut turut serta untuk memajukannya tanpa ada paksaan apapun atau tekanan dari berbagai pihak.

Ada kalanya, pendidikan itu adalah hal yang sepatutnya dibuat nyaman senyaman mungkin. Tidak perlu dibuat seperti ketekanan batin. Kalau ngikutin kata hati mah maunya begitu yaa.. hihi tapi kalau ngikutin mata banyak orang atau bahkan pandangan banyak orang pasti akan berbeda bentuknya. Nah, kalau ngobrolin tentang pandemie dan pendidikan nggak akan ada selesai-selesainya. Kenapa? karena oh karena adanya pandemie ini jadi mengurangi aktivitas bermain pelajar di luar atau bahkan dapat mengurangi eksplorasi anak-anak. Nah terus gimana dong?

Yuk mari kita refleksikan ke diri sendiri terlebih dahulu. 

Menurut teman-teman ketika teman-teman WFH apa yang teman-teman sendiri rasakan? Mungkin kalau di awal akan merasa cukup susah terutama untuk berinteraksi dengan orang lain. Nah, terus gimana? Yaa berarti tandanya pintar-pintarnya kita untuk bisa terus mengeksplorasi diri supaya ada skill yang berkembang dalam diri kita. Di masa pandemi seperti sekarang ini, sudah banyak kelas dibuka untuk pengembangan diri terutama secara online. Bahkan nggak cuma-cuma pelatihan ini diberikan secara gratis untuk pesertanya masing-masing. Seru bukaan? Atau bisa saja bayar tapi dengan harga sesuai dengan kantong kita, dan kita pun bahkan tidak perlu mengeluarkan ongkos transportasi menuju lokasi pelatihan tersebut. Hanya bermodal internet/ kuota lalu laptop dan aplikasi via zoom atau google meeting, atau bisa juga menggunakan adobe video. Semudah itu...

Well, semudah itu memang kalau dilakukan di regional yang memang besar yaa.. Lalu apa kabar dengan yang ada di daerah? Bisa nggak kira-kira belajar untuk mengembangkan diri tersebut? Apalagi dengan bermodal kuota/ internet yang memang nggak kecil tapi besar. Kalau dari pemerintah sudah mendapatkan kuota secara gratis, sekarang pertanyaannya adalah apa kabar sinyal internetnya? Apakah sudah memadai daerah tersebut? Kalau belum, lalu apa yang harus dilakukan?

Yuk mareee kita fikirkan bersama-sama terkait hal ini. 

Untuk hal ini, aku yakin guru-guru di daerah punya caranya masing-masing. Kalau dengar cerita mereka di daerah pun sangat aku salutin sekali dan mengapresiasi apa yang mereka lakukan. Seringkali mereka bercerita bahwa mereka kesulitan untuk mencari sinyal internet, namun kreativitas mereka tidak terbatas. Bahkan, ada beberapa guru yang dengan senang hati mendatangi rumah anak didiknya untuk mengajarinya di rumah masing-masing. Mereka membentuk kelompok kecil, lalu membahas materi yang memang perlu disampaikan. Kereen yaa...

Terlepas dari segala fasilitas yang hanya ada seberapa di daerah mereka, aku yakin seyakin-yakinnya bahwa mereka tetap masih terus bertahan untuk mendidik anak-anak mereka. Kebayang sih bagaimana rasanya mengajar dengan berpindah-pindah rumah apalagi dengan medan jalan yang cukup lumayan uwow sekali.. Bisa saja kan, Bapak/ Ibu guru berjalan melewati bukit yang beberapa rumah siswa saja ada di balik bukit, atau mereka harus melewati kebun sawit dan hutan-hutan kayu yang rumah beberapa siswa ada di sana. 

Belum lagi sekarang ini musim hujan yang harus siap-siap untuk melewati tanah becek yang nggak ada ojek atau bahkan mobil pick up yang melewati jalanan tersebut. Cukup bisa dibayangkan bukan? Bahkan pernah suatu kali, ketika aku menjadi relawan di salah satu daerah di Kalimantan Utara aku menyaksikan langsung semangat juang Bapak/Ibu guru di sana. Terutama saat musim hujan yang benar-benar menjadi tantangan buat mereka. Bahkan, anak-anak harus menuju ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 4 kilometer dari rumah menuju sekolahnya. Mereka pun sudah terbiasa berjalan tanpa menggunakan alas kaki atau bahkan hanya menggunakan topi plastik saja untuk dijadikan penutup kepalanya.

Jika kita di kota masih enak bisa menggunakan mobil di kala hujan turun atau bahkan bisa menggunakan jas hujan, kalau di sana cukup susah dan menjadi tantangan tersendiri untuk Bapak/Ibu guru yang berada di sana. Apalagi sekarang ini jatuh masa pandemi yang bahkan kita nggak pernah tau kapan akan segera berakhir. Udah hampir setahun ternyata yaaa pandemi ini berlangsung....

Semoga diberikan slalu kesehatan Bapak/Ibu guru yang ada di daerah dan segera berakhir pandemi ini.. Supaya anak-anak bisa bermain dengan leluasa bertemu dengan teman-temannya, pun demikian dengan Bapak/Ibu guru bisa mengeksplor kemampuan mengajarnya kembali..

Finally... I finished my writing about education and pandemic. This article came out of my mind.. So, if you have another opinion just let me know and  I would really open minded about what you think...

-vidahasan-


Kalau dipikir kita itu penuh dengan kesyukuran
Namun, seringkali kita lupa untuk bersyukur


Danil, Ita dan Nur
berjalan menuju rumahnya
yang berada di balik bukit sejauh 4 kilometer



 
Share:

28 September 2020

Journey of RUBI Bangli (2)

So, here it is...

Aku lanjutkan kembali yaa petualanganku selama beberapa hari di Bali. Sejujurnya ini adalah pertama kalinya ke Bali tanpa ada embel-embel study tour atau dengan banyak rombongan. Dua kali ke Bali selalu karena ada kegiatan study tour bareng sekolah atau kampus dan itu sudah sangat lama sekali sejaaak hmmm hmmm sekitar tahun 2011 atau 2012 kalau tidak salah.

And then I decided to going there doing volunteering. For me it was so fun, although we have to pay the accomodation by ourself guys. There is a satisfying and feeling feeling sooo good :)

Nah, akhirnya kami berkumpul sekitar hampir 40 relawan meskipun masih ada juga yang belum tiba di malam hari itu. Kami mengadakan briefing dan berkenalan satu sama lain, karena baru pertama kalinya bertemu setelah selama kurang lebih 2 bulan kami bertegur sapa via whatsapp group. Mereka orang-orang keren yang kukenal, karena mereka bisa selegowo itu mengikuti kegiatan ini tanpa ada keluh kesah uangnya akan habis dan segala macam. Pokoknya, selama akomodasi masih ditanggung ber 40an ini, inshaAllah masih aman guys. Ibarat kata nih, berbuat baik jangan tanggung-tanggung, lakuin aja dengan totalitas penuh tanpa keraguan. Percaya aja bahwasanya rezeki akan kembali lagi ke kita kok :)

Kabut pagi masih terpampang nyata di daerah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Cukup dingin saat itu, karena setelah hujan yang melanda wilayah tempat kami tinggal. Kami bersiap menuju "ruang pertunjukkan" bertemu dengan Bapak/ Ibu guru daerah, dan belajar bersama-sama dengan mereka. We were so excited, meski deg degan tapi itu wajar saja sebagai manusia yang memang memiliki rasa demikian.

Aku berjalan menuju tempat pelatihan bersama beberapa kakak volunteer. Setelah semalaman cukup begadang mempersiapkan yang perlu dipersiapka di keesokan paginya, akhirnya hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. By the way, kami terbagi dari beberapa kelompok. Ada tim pemateri yang mengisi motivasi guru, media belajar kreatif dan kurikulum 13. Masing-masing dari kami memilih materi sesuai dengan pengalaman dan passion masing-masing. Selain narasumber pemateri-pemateri tersebut ada tim bagian dokumentasi.

Aku masuk dalam tim media belajar kreatif. Dari tiga materi yang akan disampaikan tim MBK dan K13 akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu tim MBK kelas besar dan kecil dan K13 kelas besar dan kecil. Aku masuk dalam tim MBK kelas kecil bareng kak Sonia, kak Annisa dan kak Jule. Tim MBK kelas besar ada kak Zaka, kak Vira, dan kakak Dokter Erick plus koh Andre sebagai back up untuk MBK kelas besar. Di tim kurikulum 13 ada kak Tami, Kak Nana, koh Adi, Ibu Zifora, dan kak Putu. Di tim motivasi guru ada kak Monica, kak Riang, mbak Wiwit, mbak Tya, dan mbak Andari. Sisanya ada dokumentasi dan tim panitia yang super duper keren. :)

Keseruan pertama sudah dibuka dengan menyambut bapak/ ibu guru menuliskan harapan-harapan adanya pelatihan pada hari ini dan esok hari. Kami relawan berbaris di depan pintu dan menjadi among tamu untuk menyambut Bapak-Ibu guru yang juga excited dengan kegiatan ini. Melihat senyum-senyum merekah dari wajah mereka, membuat aku dan tim menjadi sangat antusias untuk melewati hari ini. Ada sekitar 200 guru yang mengikuti pelatihan RUBI ini. 

Pembukaan di awali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, perkenalan relawan, dan ice breaking oleh kak Zaka. Setelah itu peserta di breakdown dengan materi pertama tentang Motivasi Guru yang disampaikan oleh Ibu Zifora, kak Monic, mbak Tya dan beberapa tim motivasi guru yang lainnya. Cukup menyenangkan dan slalu diselingi dengan ice breaking supaya tidak spanneng. Aku melihat keseruan dan kegembiraan dari Bapak Ibu guru yang mengikuti pelatihan dari RuBI, aku yakin karena memang konsep RuBI ini berbeda dari pelatihan-pelatihan biasanya. Ada energi positif yang ada di relawan-relawannya.

Setelah motgur selesai, time to break! Persiapan menuju materi selanjutnya yaitu Media Belajar Kreatif dan K13. Di Pelatihan ini, K13 dan MBK dijadikan satu dan dibagi menjadi dua bagian yaitu kelas besar dan kelas kecil. Aku kebagian mengelola kelas kecil, maklum siiiss... ngajarnya anak-anak bayik waktu di sekolah hihi jadi sembari sharing dengan bapak/ibu guru yang mengajar di kelas kecil. 

Soooo intens. Sesi pertama dibawakan oleh kak Jule, yang orangnya rame dan asik. brains stoarming tentang bagaimana mengembangkan kelas kecil, kesulitan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kelas kecil. Jadi, untuk bisa lebih hidup di kelas kecil usahakan diri kita masuk ke pikiran mereka. Jadilah seperti anak-anak supaya bisa lebih dicintai oleh anak-anak. Jadilah orang tua di saat mereka membutuhkan pelukan hangat dari kita, bukan semata-mata mereka salah, kita ikut marah. Psikologi mereka akan semakin kena gaaees... Namanya juga anak bayik yang baru keluar dari sarangnya. Proses mereka untuk bertumbuh masih panjang dan ditentukan oleh kita yang mengajar di kelas kecil..

Bapak/ Ibu guru diminta untuk membuat media belajar yang menarik untuk anak-anak di kelas 1-3 SD. Mereka antusias bahkan entah saking antusiasnya, lebih antusias mereka dibanding kami. Jadi, semakin mereka semangatnya bertumbuh, kita juga harus menaikkan lagi semangat tumbuhnya kita supaya tidak kalah dengan semangat tumbuhnya bapak/ ibu guru di Bangli.

Pelatihan selesai sampai kurang lebih pukul 16.00, dan itu pun masih saja ada Bapak/ Ibu guru yang memilih pulang terlebih dahulu karena saat itu sedang dalam masa akan melakukan Penilaian Akhir Semester di Kab. Bangli. Yap! Pas mereka izin ada ocehan mereka yang bikin aku tertegun. Mungkin hal ini juga terjadi di daerah lain yang letak kota kecamatannya jauh dari sekolahnya. Katanya UPTD itu jauh dari sekolah yang beliau ajar, jadi harus sampai di sana sebelum UPTD tutup kalau mau mengambil soal ujiannya. Kadang ada juga yang jaraknya bisa sampai satu jam hanya untuk mengambil soal ulangan.. Kalau disimak-simak nih padahal, di Bangli sendiri sangaaaat jarang ada kendaraan umum. Menurutku, motor adalah satu-satunya kendaraan yang cukup mudah dijangkau. Ojol? Waduuh jangan harap, karena kalau sudah ada ojol mang opangnya bakalan ngomel-ngomel. huhuhu

Tapi tetep salu sama Bapak/ Ibu guru yang masih mau berjuang untuk bisa tetap mengajar peserta didik. Belum lagi, jika ada peserta didik yang sekolah terus harus bawa adiknya ke sekolah karena tidak ada yang menjaganya di rumah. Dan geeengs... itu beneran terjadi, karena aku menemukan fenomena tersebut. :')

Well... hari ini sudah selesai pelatihan.. Jadi, dilanjutkan lagi keesokan harinya dengan materi yang lebih seru dan tempat yang juga lebih asik lagi... Karena ketemu dengan anak-anak.  See yaaaa :)

-vidahasan-


Menjadi relawan pendidikan itu bukan pencitraan tapi memang keharusan
Jika kau ingin menjadi yang membanggakan lakukan saja kebaikan yang bisa dilakukan
Meski kebaikanmu tak seluas buih lautan
You are what you did!






Share:

12 May 2020

Journey of RUBI Bangli (1)

Halo teman-teman,

so here it is, 

Aku mau nge-flashback lagi dan menuliskan pengalamanku bagaimana menjadi volunteer untuk guru-guru di daerah, terkhusus daerah Kabupaten Bangli, Bali. (bukan) pertama kalinya menjadi volunteer di daerah, tapi ini pertama kalinya aku menggunakan biayaku sendiri untuk segala keperluan selama ada di sana. Meskipun mengeluarkan biaya sendiri, tapi aku merasakan ada kepuasan tersendiri mengikutinya.

Kalau ada yang nanyain "Ya Allah Vid, kenapa harus jadi volunteer jauh-jauh ke daerah sih?" Well, aku akan tuliskan dan cerita ke kalian di tulisan perjalananku ikutan RUBI di Bangli yaa.. :)


Tepatnya pada tanggal 29 sampai 30 November 2019, kegiatan RUBI (Ruang Berbagi Ilmu) diselenggarakan di Kabupaten Bangli, Bali. Aku terbang dari Jakarta pada hari Kamis sore, sekitar pukul 15.30 di bandara Soekarno Hatta. I was so excited karena sudah sejak lama tidak travelling lagi menggunakan pesawat hehe. Saat itu aku menggunakan pesawat Air Asia, yang sudah aku pesan jauh-jauh hari dan lumayan mendapat harga yang sesuai dengan kantongku. Aku janjian dengan beberapa kakak relawan yang lain, yaitu kak Sonia, kak Nana dan kak Tami. Kak Sonia dan kak Nana berangkat ke Bali menggunakan pesawat 1 jam lebih awal dibandingkan aku dan kak Tami. Aku satu pesawat dengan kak Tami, after kak Tami got her drama with her schedule plan hehehe

Perjalanan ke Bali menggunakan pesawat dilalui sekitar satu jam perjalanan. Pokoknya rasa senang yang saat itu didapat. While I'm doing volunteer, I do travelling, it's a double bonus guys, what I got. Bonusnya sih super double malahan... why? So many many many experience sih pokoknya hehe... And then here we are! We are in Bali now! Sekitar pukul 18.00 aku dan kak Tami mendarat dengan selamat, Alhamdulillah... And I got this beautiful scenery dong guys :)


So,  I met with another kakak volunteer, who waited for us at Ngurah Rai Airport. Di sana sudah ada kak Sonia, kak Nana, Kak Zaka, dan kak Erika. Dari bandara Ngurah Rai, kami harus menuju tempat persewaan mobil yang sudah direkomendasikan oleh kakak panitia lokal untuk menuju ke Bangli malam itu juga. Setelah menjemput mobil sewaan, kami menuju ke check point yang sudah ditentukan, yaitu di Starbucks yang searah menuju arah Bangli. Di sana sudah ada kak Annisa, Mas Heri, dan Kak Monika. Beberapa memang sudah pernah bertemu lalu menjadi ajang reunian beberapa kakak volunteer. Nah, salah satunya ini sih, ketika ikutan kegiatan kerelawanan dimana-mana pasti ada aja yang dikenali dan ketika berjumpa lagi kangennya jadi berasa gengs :) And here we are after take off in Bali




Kami dibagi menjadi dua mobil, mobil yang dikendarai mas Heri dan satunya mobil yang akan dikendarai oleh kak Sonia. Aku ikut tim para wanita tangguh ya gengs. Di dalam mobil ada kak Sonia, kak Nana, Kak Monika, kak Tami dan kak Erika. Kami berenam dalam satu mobil dengan barang bawaan yang cukup bejibun di bagasi belakang. Kak Zaka tersingkirkan ikut gabung dengan mobil mas Heri. Katanya, mau sekalian ngobrol sama Dr. Erick yang menjadi tim MBK kelas besarnya.

Dalam perjalanan menuju Bangli, mobil para wanita tangguh berhenti di salah satu supermarket untuk membeli keperluan selama kami hidup sekitar berdua puluhan orang dalam satu rumah besar. Maklum guys, letaknya cukup jauh dari kota. Jarang ada toko cepat seperti Alf* atau Ind* mart. Jadi, kami harus punya bahan persediaan untuk kehidupan selama 2 hari ke depan di Bangli. Kami juga mampir beli ayam goreng tepung di perjalanan menuju Bangli. Memang yaaa... mobil para wonder woman ini udah emak-emak banget, sukanya mampir-mampir. Mobil yang satunya aja udah hampir nyampe di villa kita masih aja mampir-mampir hihi :D Kadang penuh dengan tantangan kalau satu mobil perempuan semua, tapi aku mah yakin aja sama kakak-kakak ini karena mereka sering melakukan travelling yang nggak kaleng-kaleng gengs. :D

Yap! Finally, we're coming in Bangli guys. Disambut sama kabut dinginnya Bangli dan gonggongan anjing tetangga yang berada di sekitar villa tempat tinggal kami. Oh iya, aku belum menjelaskan yaa letak kabupaten Bangli itu dimana hehe :D Eh tapi aku tunjukkin dulu ya daerah kawasannya seperti apa. Hihi Di bawah ini adalah kawasan villa kami berada :) tuh kaan.. kabutnya aja masih ada guys...



So, Kabupaten Bangli terletak di provinsi Bali yang berdekatan dengan danau dan gunung Batur. Kalau rata-rata wilayah Bali berdekatan dengan pantai, nah Bangli beda lagi nih gengs. Dia lebih dekat dengan gunung, makanya sering ada kabut ketika malam dan pagi hari. Udaranya juga nggak sepanas seperti wilayah Bali yang berdekatan dengan pantai. Kabupaten Bangli sendiri memiliki empat kecamatan (Kintamani, Bangli, Susut dan Tembuku), empat kelurahan, dan 68 desa. Kabupaten yang dekat dengan Bangli ada Klungkung, Gianyar, Badung dan Buleleng. Here it's a map from Bangli :)

Sekilas Tentang Kabupaten Bangli Bali

Mata pencaharian di Bangli sendiri rata-rata berkebun atau petani, mengingat letaknya itu banyak haparan hijaunya. Oh iya dan ada satu lagi tambak ikan karena dekat dengan danau Baturnya. Kalau objek wisatanya, tentu saja gunung dan danau Batur, ada desa Panglipuran yang merupakan salah satu desa terbersih.

View from above 
Batur lake
Panglipuran Village

Nah guys, mungkin cerita hari pertama tiba di Bangli sekian dulu yaa..  Of course, I'll write another experience in Bangli as a volunteer. See yaa... :)

(information source from google and wikipedia)

- Vidahasan -

Percayalah bahwa kebaikan itu slalu menular
Menularkan segala rasa yang kau punya :)
Jangan berhenti berbuat baik ya 
Meski diri belum baik, tapi sudah terniati 
InshaAllah akan jadi amalan jariah di kemudian



Share:

22 April 2020

Amalan Menjadi Pengurus Masjid

Hai manteman,
Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,

di tulisan ini aku buat hanya sebagai pengingat diri kita ya untuk bisa menabung amalan sebanyak-banyaknya. Nah, terus kenapa nulisnya tentang cari amalan menjadi pengurus masjid? Karena oh karena qodarulloh ya, rumahku memang dekat dengan masjid dan memang ingin menceritakan orang-orang yang ada di dalamnya. Bisa jadi pengingat saja buat diri kita yang masih muda ini untuk terus menabung pahala dan menjadi pemersatu umat. Tugasnya berat banget yaa.. Iya, karena untuk memperjuangkan agama memang demikian adanya, apalagi untuk bisa mempersatukan umat. Penuh dengan drama yang berkepanjangan biar lebih berwarna :)

Well, aku yakin semua hal yang berhubungungan dengan organisasi itu ada perjalanan waktunya masing-masing. Nggak mungkin dong ya, perjalanan itu bakalan muluuuuus terus? Kalau demikian adanya yaa pasti bakalan nyaman, tenang, dan keimanan kita cuman segitu-segitu aja, nggak akan jadi sesuatu yang penuh dengan tantangan. Allah itu emang Maha Baik, saking baiknya Allah semua orang yang beriman itu slalu diuji dengan cara-Nya yang amat unik. Salah satunya yaa menjadi pengurus masjid. :)

Jadi pengurus masjid itu kalau dilihat sekilas mungkin mudah, tapi tidak demikian adanya loh guys. Banyak yang perlu diwaspadai dan sangat perlu diperhatikan, karena ini menjaga rumahnya umat banyak, bukan hanya satu orang atau orang yang berkepentingan saja. Jadi pengurus masjid itu, harus tau tata aturan yang berlaku, apalagi kalau sudah menyangkut dana infaq yang dikasih sama banyak orang untuk kebutuhan masjid. Kenapa demikian? Karena itu titipan dari banyak orang untuk bisa memakmurkan keadaan masjid, untuk bisa mempercantik rumah Allah, untuk bisa memberi kenyamanan bagi umat-Nya yang sedang beribadah di dalamnya.

Kalau dikira menjadi pengurus masjid itu mudah, NO NO NO! Tanggung jawabnya sungguh yaa betapaaaa sangaaat besar, bahkan amalan-amalannya itu loh benar-benar jadi tabungan kita kelak kalau kita juga bisa bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita lakukan. Sederhana saja, pengurus masjid itu harus stand by lima waktu dalam satu hari, harus siap adzan ketika memang sudah waktunya untuk sholat, mempersiapkan khotib untuk ceramah khutbah Jumat/ Idul Fitri/ Idul Adha. Seriweuh itu kan? Harus punya jejaring yang oke, biar bisa dapat khotib yang oke juga.

Tapi, permasalahan yang terjadi menjadi pengurus masjid tidak hanya terlepas dari situ saja. Perbedaan pendapat itu pasti ada, yakin akutuh mah. Tapi, kalau diselesaikan dengan cara baik-baik inshaAllah pasti selesai. Paling sangat menuju kesensitivan adalah menyangkut kotak amal yang menjadi amanah pengurus masjid. Kita tahu bahwasanya, di setiap masjid pasti ada yang namanya kotak amal, apa fungsinya kotak tersebut? Tentu saja, itu adalah salah satu cara ummati untuk menabung amalan jariah biar bisa masuk ke surganya Allah. Tapi, di dalamnya harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan memang betulan dikerjakan untuk kepentingan umat yaa... Jangan dipegang, terus disimpan sendiri untuk kepentingan sendiri. Naudzubillah... yang awalnya berniat ingin nabung pahala menjadi pengurus masjid, tapi taunya jadi penyelundup untuk kepentingan sendiri. :)

Coba deh, buat apa kita hidup di dunia kalau ujungnya yaa cuman memikirkan apa-apa yang ada di dunia? Padahal Allah menciptakan kita sebagai manusia untuk berbuat baik dan taat pada-Nya. Allah seneng seseneng itu kalau tujuan baik kita untuk umat-Nya, untuk bisa memakmurkan rumah-Nya, untuk bisa membuat nyaman rumah-Nya, untuk bisa membuat ramai rumah-Nya. Apalagi di era pandemic yang saat ini terjadi :( Sedih liatnya, ketika banyak rumah-Nya yang sepi dan umatnya kalang kabut entah kemana. Seharusnya, di era pandemic seperti itu lebih bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita, lebih bisa menjadi pribadi kita yang lebih baik. 

Yuk guys, mumpung nih Allah masih kasih kita kesempatan waktu, coba renungkan diri kita masing-masing. Amalan-amalan baik apa yang sudah kita lakukan untuk kepentingan umat? Amalan-amalan apa aja yang udah kita kerjakan untuk bisa menjadi pengurus masjid yang baik? Jangan jangan nih ada yang salah dengan diri kita sebagai pemegang amanahnya para umat? Intstropeksi aja dulu diri kita, apakah diri kita sudah baik menjadi pemegang amanah untuk umat?

Because reflection is the best way for our change...

Wassalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Jadi pengurus masjid yang baik itu tidak mudah
karena setiap amalan kebaikan diri kita sudah dihitung
Semoga Allah selalu memberi keberkahan untuk orang-orang di dalamnya
yang telah memakmurkan rumah-Nya dengan baik :)



-vidahasan-


Share:

19 April 2020

Nama Panggilan Di Negara Barat

Hali Halo manteman sekalian,

udah lama yaa nulis blognya keundur-undur terus hihi kadang tugas nulis yang lain juga masih harus dikerjakan, belum lagi ngisi content buat podcast. Yap! Selain blog aku sekarang juga sedang masuk ke dunia podcast. Nanti link podcast aku save di contact blog ini yaa..  Sebenarnya, cerita di podcast juga nggak beda jauh sih sama tulisan-tulisanku yang di blog. Hanya saja, podcast sebagai media ruang berekspresiku supaya lancar untuk cuap-cuap. Siapa tahu, nanti aku akan jadi vlogger gitu kan atau jadi influencer hihihi *ngarep banget dah Vida mau jadi influencer :')

Nah kan, saking banyaknya cincong. Aku mau share aja sih ke teman-teman tentang nama panggilan di negeri barat. Karena pengalamanku bertemu dengan orang-orang Eropa, terutama di Jerman jadi aku akan lebih menceritakan yang ada di sana dan yang aku alami aja yaa guys...

Nah, jadi suatu kali pernah aku berkunjung ke salah seorang keluarga atau teman. Saat itu aku sudah pulang dari Jerman sih, jadi ibaratnya mau silaturahim karena dua tahun tidak berjumpa dengan mereka. Aku ditanya terkait nama panggilang "Lah Vida di sana dipanggilnya apaan dong? Kalau bahasa Jermannya mbak atau mas apaan?" Duuuh.. kalau ditanya terkait itu, di Jerman susah untuk mengenal istilah nama panggilan yang sopan untuk yang lebih tua dari kita ya. Kalau mau panggil Bruder atau Schwester juga aneh aja gitu jadinya. Aku yakin, di sana pun istilah demikian bukan jadi patokan yang utama. 

Apalagi kalau dipanggil Frau atau Herr hihi istilah demikian digunakan ketika kita bertemu dengan orang yang memang sudah jauuuuh usianya dari kita. Tapi, itu harus menggunakan nama keluarga kalau kita mau memanggil mereka dengan sebutan Herr atau Frau. Contohnya nih, mungkin teman-teman pernah dengar pemain sepakbola Thomas Mueller  atau Bastian Scwheinsteiger nah, kata yang bercetak tebal dan aku garis bawahi itu adalah nama keluarga, jadi bisa dipanggil Herr Mueller atau Herr Schweinsteiger atau kalau untuk nama perempuan contohnya Brigitte Petri nah, bisa dipanggil Frau Petri. 

Panggilan tersebut ditujukan untuk orang yang baru pertama ketemu sama kita dan memang belum kenal dekat yaaa... Biasanya meskipun mereka sudah jauh umurnya dari kita, kalau mereka maunya dipanggil namanya aja juga it's oke loh buat mereka. Katanya, biar berasa lebih akrabnya dan nggak ada jarak gitu kalau pas ngobrol bareng-bareng. Makanya, jangan heran ketika orang-orang barat nih mau Eropa atau Amerika, mereka akan menyebut saja nama Ayah/ Ibu/ Kakak mereka dengan nama saja tanpa ada embel-embel apapun. Orang tuanya marah nggak? No. Tapi begitulah adat di sana. 

Jadi, di sana nggak mengenal istilah "dih nggak sopan banget sama orang yang lebih tua cuman dipanggilnya nama aja". Bukannya nggak sopan sih, tapi lebih ke mengakrabkan diri dan nggak mau ada jarak aja. Kesannya, kalau dipanggil dengan panggilan formal berasa ada jarak di antara kita *halaaah... :D

Pernah suatu kali, orang tua salah satu penghuni dulu tempat kerjaku. Mereka adalah orang yang sangat baik yang pernah ku kenal. Mereka selalu cerita, kalau mereka senang sekali melakukan sebuah perjalanan/ travelling. Aku selalu kagum dan terkesan dengan cerita-cerita serunya mereka dengan menikmati masa tuanya jalan-jalan keliling dunia. Itu mimpi mereka sebelum mereka dipisahkan oleh maut, katanya. "Vida, wie alt bist du?" -- "Ich bin 24 Jahre alt" -- "ah.. du bist noch sehr jung. Mach was du machen willst"  mereka menanyakan umurku dan mereka bilang kamu masih sangat muda. Lakukan hal-hal yang mau kamu lakukan yaa!

Pada mereka aku pernah memanggil Herr dan Frau. Tapi, mereka selalu menolak dengan memanggil itu. Aku yang sangat polos kala itu, karena merasa nggak sopan memanggil namanya aja jadi kikuk. Tapi rupanya, setelah sadar aku tau betul bahwa mereka ingin aku bisa lebih luwes dan akrab ngobrol sama mereka. Bahkan aku sangaaaaat ingaaaat betul ketika hari terakhir bekerja di panti tersebut, mereka sengaja datang dan memberi sebuah bingkisan untukku. Tapi, sayangnya saat itu aku sedang tidak berada di tempat, kami sedang makan di luar bersama penghuni yang lainnya. Sooooo surprise... meski isinya hanya coklat, tapi itu sungguh sangat berkesan buatku dapat bingkisan dari orang tua salah satu pasienku. 

Aku kira, aku tidak akan berjumpa dengan mereka di hari terakhirku di Jerman. Tapi ternyata, Allah mentakdirkan aku bertemu kembali dengannya keesokan harinya saat aku akan benar-benar pamitan dengan para pegawai yang lainnya. Aku sangaaaaat bahagiaaa bisa bertemu dengan mereka kembali di hari terakhirku sebelum aku pergi ke Frankfurt keesokan harinya. Mereka berdua memelukku erat seperti anak sendiri, dan di situ aku merasakan kehangatan yang ada pada mereka. Ah... seriusan rindu mereka... :(

Sayangnya aku tak sempat berfoto bersama mereka sebagai album kenanganku. Bahkan, cerita-cerita mereka sampai sekarang masih saja aku ingat. Apa yang mereka katakan dan apa yang mereka ceritakan benar-benar masih melekat dalam diri ini. Entah kapan lagi aku bisa berjumpa dengan mereka... Eh, aku kan lagi cerita nama panggilan kan yaa.. jadi nyambung ke mereka orang-orang baik. :')

Pada intinya, aku rasa Indonesia adalah salah satu negara yang mungkin paling sopan di antara berbagai macam negara yang memiliki panggilan "sopan" itu. But anyway, buatku aku udah terbiasa mau dipanggil hanya dengan nama saja meski memang ada yang usianya lebih muda dariku. Salah satu lembaga yang melakukan sistem panggilan nama yaa Goethe Institute, lembaga bahasa Jerman. Di sana, kita belajar tanpa memanggil pengajarnya Frau/ Miss/ Ibu. Jadi, ketika di luar setelah belajar pun cukup memanggil pengajarnya dengan sebutan nama saja. Tanpa ada embel-embel. Tapi, aku merasa lebih dekat dan seperti teman sendiri. 

Hal itu, juga berlaku seperti TK di Jerman. Dulu, waktu nganterin adik asuhku berangkat ke TK, pengajarnya hanya dipanggil nama saja oleh anak-anak didiknya. Aku kaget sih sebenernya, karena nggak dipanggil dengan sebutan Frau. Bahkan gurunya pun kalau ketemu denganku, suka bilang "Ruf mich nur Suzanne, Vida". Sejak saat itu, aku jadi merasa punya teman karena memang berasa tak memiliki jarak dengan orang-orang di sana. 

Tapi, tiba-tiba merasa bahagia dan semenyenangkan itu. :')

Kata orang, cara untuk mengenal seseorang itu 
memiliki beragam keunikan masing-masing
Karena seringkali yang paling unik itulah, 
yang akan jadi lebih sering dikenang dan diingat
Jadi, kalau kenalan sering diunik-unikin yaa 
biar gampang diingatnya dan dikenang hihihi


- vidahasan -
Share:

14 April 2020

POTRET SFH (SCHOOL FROM HOME) DI DAERAH


Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,

hai teman-teman, apa kabar? Semoga selalu sehat dimanapun teman-teman berada ya. Dengan kondisi virus yang pandemi seperti ini, jangan lupa untuk selalu jaga imunitas tubuh kita dan tetap terus berdoa supaya wabah ini segera berakhir dan Bapak-Ibu, teman-teman, dan adik-adik bisa melakukan aktifitas seperti sedia kala. Aku tahu, pasti berat ya dengan harus stay at home dan sudah satu bulan lamanya bahkan pasien covid-19 masih terus bertambah dari waktu ke waktu. Sedih sebenernyaaa... tapi di balik sebuah peristiwa, aku yakin ada Rahmat-Nya yang terus mengalir untuk kita masing-masing.

So well, aku tidak akan menyoroti pemerintah yang lambat untuk penanganan covid-19 ini, atau jumlah pasiennya atau apapun itu. Back to my basic and my interest about education yaaa... Di masa pandemic ini ada beberapa hal yang perlu disoroti. I wanna begin my story about school in a little region in Indonesia deh yaa…

Jadi, saat jadi pengajar muda dulu di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, aku melihat potret pendidikan yang buatku banyak sekali bersyukur. Daerah yang kawasannya memang jauh dari perkotaan, ketika harus belanja alat tulis harus menempuh perjalanan selama kurang lebih 45 menit dengan menggunakan sepeda motor. Mungkin beberapa orang yang wilayahnya masih bisa dilalui dengan kendaraan umum, bisa dilalui dengan sangat mudah. Namun, ketika teman-teman terjun langsung kalian akan melihat bahwa untuk menuju ke sana kita harus menggunakan mobil carteran yang biayanya bisa sampai 20 ribu hingga 30 ribu. Saat itu, buatku masih mahal karena dengan biaya segitu, aku bisa belanja sayur di pasar malam yang hanya ada satu minggu sekali di desaku. Warung saja bisa dihitung dan itupun tidak lengkap seperti warung-warung yang ada di desa dekat kota. Rasanya ingin sekali saat itu punya pintu kemana saja ala doraemon biar kemana-mana mudah L

Nah, dari akses yang demikian dengan fasilitas yang terbatas aku melihat anak-anak sekolah berjalan dari rumahnya. Jarak dari rumah ke sekolah pun 4 kilometer melewati hutan sawit, coklat, naik tanjakan melewati bukit yang bernama bukit Sion, bahkan bisa melewati batas negara kita sendiri Indonesia. Tak tanggung-tanggung, bahkan kalau dengar cerita mereka melewati rangkain pernak pernik itu, mereka bisa bertemu dengan babi hutan, ular cobra atau sejenisnya yang masih hidup di hutan. MashaAllah yaaa... meskipun demikian, mereka tetap bersemangat buat melalui perjalanan itu. Bahkan ketika aku merasakan, bisa semenyenangkan itu mereka melaluinya. Aku melihat raut wajah bahagia dari mereka, karena aku mengikuti perjalanan mereka dari rumah ke sekolah dan begitu pun sebaliknya. J

Masaku di sana sempat belum ada listrik selama empat bulan lamanya, bahkan tower saja baru dipasang dua bulan sebelum aku sampai di desa. Sinyal pun masih timbul tenggelam kalau nggak dapat tempat yang punya sinyal kencang, sekencang kamu berlari (halaah.. mulai halu) :D Air? Ya,  kami sempat kekeringan selama delapan bulan lamanya. Semua sungai benar-benar kering tak ada air, pada akhirnya kami harus membeli air yang biayanya tidak murah. Sumber mata air yang ada di bawah tanjakan dekat rumah pun sudah tak dapat menampung untuk mandi dan cuci baju kami. Terus gimana? Tentu saja, bermodalkan air yang dibeli tersebut dan bermodalkan air milo (air yang berwarna coklat). Pokoknya seada-adanya sisa air di sana yang penting bisa kebagian untuk mandi semua penghuni rumah.

Oh ya, aku tinggal di keluarga bugis beranggotakan Bapak, Mamak, dan empat adik angkatku ditambah aku jadi kami ada bertujuh dalam satu rumah. Mereka keluarga yang baik dan benar-benar tulus buat bantuin aku selama aku berada di sana.

Well, begitulah sekilas tentang kehidupan di daerah. Nah, apa yang menjadi masalah selama pandemi ini belum selesai? Kalau dengar kabar dari warga desa mereka kesulitan untuk mengakses sekolah secara daring. Mungkin kalau teman-teman bisa melihat, di kota besar seperti di Jakarta atau dimanapun itu dapat diakses dengan mudah menggunakan video call atau istilah kerennya sekarang menggunakan aplikasi zoom. Dengan mudah mereka dapat mengakses itu semua, meskipun memang juga tidak mudah belajar dengan melalui video call. Aku tau itu sulit, tapi tetap disyukuri yaa karena hal itu memudahkan teman-teman yang mengajar untuk tetap bisa berkomunikasi dengan anak didik teman-teman.

Apa kabar di daerah? Beberapa sumber mengatakan bahwa pembelajaran secara online sangat sulit karena mereka masih belum memiliki database keluarga atau bahkan nomor telefon dari orang tua murid. Kalau menggunakan smartphone masih mudah, tapi kalau yang bukan? Bagaimana cara menyampaikannya, sedangkan semua teman-temannya (terutama di perkotaan yang mudah aksesnya) masih bisa berkomunikasi atau belajar menggunakan via WhatsApp, zoom dan platform sejenisnya. Itu tidak hanya terjadi di daerah yang dekat dengan perbatasan saja, tapi potret itu pun terjadi di daerah dimana saat ini aku bekerja. Salah seorang guru merespon pendapat tentang pembelajaran secara daring dan beliau mengatakan „Ya sangat susah pembelajaran demikian. Kita jadi seperti makan gaji buta karena untuk mengakses hal demikian masih belum terjangkau. Kalau orang tuanya punya akses WA semua sih ya nggak masalah, lah kalau yang nggak punya bagaimana? Paham?“

Mungkin itu terjadi tidak hanya di daerah penempatanku mengabdi dulu atau pun tempat kerjaku sekarang, bisa jadi masih banyak daerah di pedalaman Indonesia yang masih belum bisa mengakses itu semua. Kalau ngobrolin tentang masalah pendidikan di Indonesia yang masih belum merata ini pasti tidak akan ada habis-habisnya. Masih saja ada yang harus dibahas dan terus ditelaah, banyak hal menarik yang perlu dikupas secara tuntas. Lalu apa solusinya jika demikian?

Pada akhirnya, yang harusnya social atau physical distancing mau nggak mau para guru yang masih belum bisa mengakses anak muridnya tersebut harus rela berkunjung ke rumahnya untuk memberikan tugas sekolah supaya mereka tetap belajar di rumah. Itu salah satu usaha yang dilakukan oleh beberapa guru di daerah. Satu hal lagi, saat ini kemendikbud membuat sebuah program dengan belajar melalui TV (channel TVRI), hmmm... tapi kesulitan kembali untuk di daerah adalah sangat jarang mereka mempunyai TV dan dapat mengakses channel tersebut. Aku akui mereka mempunyai usaha yang baik untuk membantu para guru di masa pandemic seperti sekarang ini, namun apakah pernah terfikirkan yang di daerah akan dapat menjangkau itu semua?

Kita semua tahu teman-teman, bahwa Indonesia itu terdiri dari ribuan pulau, suku, ras bahkan budaya. Untuk bisa menjangkau pendidikan di seluruh wilayah Indonesia pun tidak mudah, karena masing-masing butuh pengorbanan untuk bisa menjangkaunya. Aku jadi kepikiran aja sih, pemerintah masih memikirkan solusi pendidikan di daerah nggak ya karena ada pandemic seperti sekarang ini? Masihkah peduli dengan hal itu? J

Let think together about it. Aku mungkin belum bisa melakukan banyak hal karena aku bukan power rangers ataupun super woman. Karena aku yakin yang bisa dilakukan oleh kita ya cukup dari diri kita sendiri dulu aja, meskipun kecil tapi setidaknya itu bisa memberikan dampak yang besar bagi lingkungan sekitar kita. J

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh



Do your best yaa guys and dont forget to pray always
Because He would help you everytime and He never let you alone



-vidahasan-




Share: